
Judul : THESEUS
Pengarang : Andre Gide
Penerjemah : Ali Audah
Penerbit : Budaya Jaya
Tahun Terbit : 1979, Cetakan Pertama
Halaman : 64 lembar
Ringkasan Cerita :
Novel
Theseus karya pengarang Perancis, Andre Gide bercerita tentang perjalanan hidup
tokoh utamanya yakni seorang Theseus yang notabene adalah seorang putera raja.
Dikisahkan perjalanan hidupnya semenjak kecil hingga ia meninggal. Namun dalam
perjalanan hidupnya itu, Theseus mengalami tahapan perkembangan kerpibadian
yang tak sempurna (menyimpang) dalam masa kecilnya. Theseus tidak mampu
melewati fase perkembangan kepribadian masa kanak-kanaknya (masa infantile)
seperti manusia normal lainnya.
Hal
ini bermula dari didikan ayahnya. Aegeus, yang begitu menanamkan bahkan
memahatkan jiwa kepemimpinan serta kewibawaan yang nantinya akan berharga
untuknya sebagai seorang pewaris kedudukan ayahnya. Raja Attika. Padahal dalam
diri Theseus terjadi sebuah kontradiktif. Disamping ia mengagumi kegagahan
ayahnya sebagai seorang raja serta sifat pemurah, terhormat, dan benar-benar
sebagai raja yang berwatak, tanpa disadari ia telah menaruh kebencian terhadap
ayahnya itu, karena ayahnyalaha yang melarang ia bersahabat dengan alam.
Padahal dengan begitu dekat dengan alam, ia mampu menjamah benda-benda alam
seperti halnya buah-buahan, permukaan batu yang licin, goyanagan rumput, serta
bulu kuda dan anjing yang menggambarkan atau mengandung satu sifat umum yaitu
kelembutan wanita. Yang sebenarnya hal itu begitu ia dambakan setelah sekian
lama ia tak merasakan belaian lembut seorang ibu. Didikan keras serta larangan
ayahnya merupakan vonis mati bagi imaji erotiknya.
Dampak
dari putusnya hasrat libido terhadap sosok ibu oleh ayahnyalah yang membawa
pada kematian ayahnya yang secara tak sadar telah ia lakukan. Kematian anaknya
hypollitus di tangannya sendiri, kematian sahabatnya sendiri, Oedipus serta
beberapa sikap-sikap yang ditimbulkan akibat dari Oedipus complex yang
dideritanya adalah petualangan cintanya dengan beberapa wanita selama ia
melaklukan perjalanan menuju pulau kreta demi sebuah misi membebaskan Yunani
dari kewajiban membayar upeti tiap tahun yang menurut Raja pulau Kreta, Minos
yang menganggap kematian anaknya, Androgeus merupakan tanggungjawab Attika.
Di
akhir cerita theseus beranggapan bahwa nasibnya lebih beruntung dari
sahabatnya, Oidipus, Theseus bahagia sebab ia sudah melaksanakan apa yang harus
dilaksanakannya. Meninggalkan kota Atena untuk umat manusia. Pikirnya senang
bahwa manusia sesudahnya kelak, berkat jasanya, akan hidup lebih baik, lebih
bahagia, lebih dekat kepada kebebasan. Sedapat mungkin ia sudah berkorban dalam
mengabdi kepada kemanusiaan kemudian hari.
DATA HASIL BACA
UNSUR INSTRINSIK
Tokoh dan Penokohan :
Ø Tokoh Utama/Sentral :
§ Theseusà seorang pangeran tampan
keturunan raja, lahir di Troezen, Yunani. Memiliki kemauan tinggi, penurut,
periang, pemberani, ambisius, suka tantangan, tidak berpendirian tetap,
teledor, baik dalam memperkirakan sesuatu.
Ø Tokoh Pendamping/Periferal :
§ Hippolytus, anak Theseusà seorang keturunan raja, rendah hati dan sopan, tetapi ia
sudah mati.
§ Pan
§ Zeusà jelmaan sapi.
§ Thetis
§ Aegeus, Ayah Theseusà raja yang terhormat,
pemberi semangat, pemurah, berwatak cerdas.
§ Poseidonà dewa.
§ Aphroditeà dewa.
§ Medeaà istri Aegeus
§ Sphinx
§ Oidipusà terbuang dari tanah airnya
Thebes, buta, mengalami kegagalan dalam setiap usahanya.
§ Gorgon
§ Ballerophon
§ Periphetesà raksasa yang tersohor ke
mana-mana.
§ Prometheus
§ Pirithousà sahabat Theseus,
§ Herkulesà anak bibi Theseus
§ Omphale
§ Antiopeà ratu Amazon, dadnya
bersusu satu, tubuhnya kekar, pandai menunggang kuda dan berkelahi, telah
menyusui Hippolytus.
§ Pittheusà kakek Theseus, cerdas.
§ Sinisà golongan perampok
berbahaya.
§ Periphetesà golongan perampok
berbahaya.
§ Cercyonà golongan perampok berbahaya.
§ Scironà seorang penjahat.
§ Pyeregoneà tinggi dan lemah gemulai.
§ Menalipà anak angkat Pyeregone yang
merupakan pemberian dari Theseus.
§ Minosà Raja di pulau Kreta.
Mengenakan pakaian berwarna merah tua tanpa dijahit, berjuntai dari bahunya
sampai ke tumit dengan kerutan-kerutan yang mewah sekali. Di atas dadanya yang
lebar disusun rangkaian kalung bunga yang satu di atas yang lain, terdiri dari
mutiara serta kepingan emas yang berukirkan bunga-bunga teratai. Ia duduk di
atas mahligai yang dijunjung oleh kampak berpilin, tangan kanannya memegang
tongkat kerajaan dari emas setinggi orang berdiri, yang agak direntangkan ke
depan sehingga agak jauh dari badannya. Tangan kirinya memegang sekuntum bunga
yang berdaun segi tiga seperti yang terdapat dalam rangkaian kalung bunga hanya
agak lebih besar. Di atas mahkota emasnya dipasang bulu burung merak, burung
unta dan Alkeone.
§ Andregeusà anak Minos yang sudah
mati.
§ Minotaurà makhluk aneh yang
dilahirkan Pasiphae.
§ Pasiphaeà istri Minos (permaisuri).
Dad dan lengannya terbuka. Kedua buah dadanya yang membesar telah dipisahkan
oleh pelbagai macam perhiasan terdiri dari mutiara, kristal, dan batu-batu
permata. Wajahnya dikelilingi oleh rambut yang hitam dan panjang dan sekeliling
dahi dahi dihiasi pula dengan potongan rambut yang tipis-tipis. Bibir dan
hidung yang tipis disertai sepasang mata yang besar memandang nyata seperti
mata seekor sapi. Ia juga mengenakan sesuatu yang menyerupai mahkota dari emas
yang tidak langsung diletakkan di atas rambutnya, melainkan di atas sebuah topi
hitam pekat yang aneh sekali yang akan menimbulkan tertawaan orang. Topi itu
menyumbul dari mahkotanya dan berakhir dengan ujung yang runcing tinggi
melengkung agak ke depan seperti tanduk menjumbai ke dahinya. Baju panjangnya
yang terbuka dari bagian depan sampai ikat pinggangnya itu terus menyalur ke
punggung sampai ke leher, dicoba dililitkan ke pesak yang terbuka lebar.
Pakaiannya yang hanya separuh itu yang terurai ke sekujur badannya juga tampak
aneh, putih kekuning-kuningan, jalin-menjalin. Ada yang seperti bunga air
berwarna ungu, ada yang seperti saprang, ada yang semacam bunga violet
dilingkari daun-daunan berwarna hijau.
§ Ariadneà putri sulung Pasiphae
§ Phaedraà adik Ariadne.
§ Glaukusà anak yang paling kecil.
§ Pengasuh Glaukusà orang Yunani Korinth.
§ Rhadamanthusà saudara raja
§ Daedalusà teman Rhadamanthus.
Meskipun usianya sudah lanjut tapi badannya tidak tampak bungkuk. Ia memelihara
janggut dan hitam pekat agak keperak-perakan. Dahinya yang lebar disela-sela
oleh kelukan-kelukan agak ke sebelah atas. Sepasang alisnya yang bersambung
hampir saja menutupi matanya bila menundkkan kepala.
§ Ikarusà anak Daedalus. Sudah mati.
§ Talusà sepupu Daedalus.
§ Prokrustes
§ Europaà ibu raja Minos.
§ Seorang pemuda yang diceritakan Daedalusà tampan sekali, rambutnya yang panjang berwarna kelabu
terjumpai di bahunya. Pandangan matanya tajam seolah ia tak pernah mundur.
Tubuhnya telanjang sampai di pinggang myang dilingkari tali pinggang kecil
terbuat daripada logam. Tampak olehku selembar sarung yang lebar daripada kain
tenun warna hitam dan daripada kulit dikenakan di atas pinggulnya dan kedua
ujungnya diikat menjadi sebuah bonggol besar. Sepasang sepatu daripada kulit
putih, yang menandakan bahwa dia sudah siap-siap akan pergi.
§ Orion
§ Tantalusà seumur hidupnya selalu
kehausan.
§ Sisyphusà selalu mengangkat batu
besar ke puncak gunung yang tak pernah tercapai.
§ Jason
§ Perseus
§ Sentaurà raut dan bentuknya
merupakan perpaduan manusia dengan binatang. Masih muda, dan kemudaannya
menambah molek keindahannya.
§ Dionysusà telah menikahi Ariadne.
§ Helena
§ Proserpineà pemalu.
§ Pendeta Tireasias.
Alur/Plot : Campuran (Maju-Mundur)
Alur dari novel Theseus ini
begitu sulit digambarkan sebab alur-alur pada setiap ceritanya melompat-lompat.
Entah itu maju ataupun mundur. Pembaca tampaknya akan sedikit kesulitan menentukan
alurnya meningat setiap bagian-bagian ceritanya seakan-akan potongan – potongan
cerita yang sepertinya berdiri sendiri namun sebenarnya merupakan satu kesatuan
cerita yang sambung sinambung.
Latar/
Setting :
ü Latar
Tempat : tepi laut, bawah tanah, sekitar istana, Attika, atas kapal, pulau
Kreta, Atena, kota Apidor, Troezen, Isthmus Peloponnesus, Yunani, Ammsos yaitu
pelabuhan luar kota yang tidak jauh dari Knossus, pantai, Amphitheatre, Gorten,
hutan,
taman, di bawah ruangan kerajaan, sebuah arena besar dalam bentuk setengah
lingkaran terbuka di dekat laut, labyrinth, danau moris,
pulau naxos dan masih banyak lagi.
ü Latar Waktu : sekarang, pagi, siang, sore, malam,
tahun-tahun permulaan itu, suatu hari, ketika itu, sudah lampau, pada tahun
itu, pada pagi bulan Maret, dan sebagaiya.
ü Latar Suasana : kesal, benci, tertekan, tegang,
mencekam, iri, cemburu, bahagia, acuh dan sedih.
Sudut Pandang : Orang
Pertama.
Sudut
pandang dalam novel ini adalah sudut pandang orang pertama. Dalam arti penulis
menempatkan dirinya sebagai tokoh utama yakni bercerita secara langsung yang
ditandai dengan “Aku”
Gaya Bahasa :
Gaya
bahasa yang dapat dijumpai dalam novel ini adalah gaya bahasa atau majas
hiperbola, personifikasi dan metafora.
Hal-hal Menarik :
1) Theseus: “Hampir saja aku
percaya dalam kenyataan, bahwa aku bukan anak yang sebenarnya. Ini yang
dikatakan kepadaku, dan juga dikatakan bahwa dewa Poseidonlah yang melahirkan
aku. Kalau ini benar, berarti dari dewa ini aku telah mewarisi perangaiku ini
yang tak pernah tetap dalam segala hal. Juga aku tak dapat mencintai seorang
wanita”. (hal.8)
2) Theseus: “Seperti sudah
kukatakan, Aegeuslah yang telah menjadi perintangku dalam cinta. Apalagi
sesudah Medea menemukan suatu cara mengembalikan dia ke dalam masa remaja
tatkala dilihatnya dan melihat dirinya sudah mulai tua renta”. (hal.8)
3) Theseus: “Aku menyelam
terus dalam-dalam, dan dalam hal ini aku memang ahli. Baru aku menyembul
kembali ke permukaan air setelah aku mengeluarkan dari kantong itu tiga buah
batu permata yang bermutu tinggi: sebuah batu akik onyx dan yang dua buah lagi akik hijau. Setelah mencapai pantai
batu akik onyx itu dalam sebuah
sampul kuberikan kepada permaisuri dan kepada kedua putri jenis batu yang lain,
dengan pura-pura seolah telah kuambil dari dasar laut, bahkan pura-pura seolah
Poseidonlah yang memberikan kepadaku untuk dihadiahkan kepada putri-putrinya
itu”. (hal 20)
4) Minos terlahir dari hasil
perkawinan ibunya, Europa yang telah diculik oleh sapi jelmaan Zeus. (hal.24)
5) Ariadne cepat-cepat datang
menghampiriku, kemudian dengan bernafsu sekali bibirnya dilekatkan ke bibirku
keras-keras, sehingga hampir-hampir kami terjatuh bersama-bersama. (hal.26)
6) Daedalus-Theseus: “ Sudah
menjadi kewajibanmu membangun Atena dan sekalian menegakkan kekuasaan otak
manusia di sana”. (hal.40)
7) Daedalus-Theseus: “Biasakan
dirimu untuk tidak beristirahat, kecuali bila pekerjaanmu sudah
selesai atau bila kau sudah di ambang maut. Demikianlah, sesudah maut yang
nyata ini, engkau akan dapat meneruskan hidup yang sambung-menyambungdan terus
tumbuh itu, yang akan membuat orang berutang budi kepadamu. Teruskanlah sesuai
dengan tujuan-tujuanmu. Maju terus ke depan. Maju terus, duhai oemuda perkasa
tempat mempertemukan kota-kota”. (hal.40)
8) Daedalus-Theseus: “Menurut
dugaanku, engkau akan mengalahkan Minotaur tanpa terlalu bersusah payah. Dia
tidak seperkasa seperti yang dikatakan orang”. (hal.40)
9) Theseus: “Dengan bersikeras
kutinggalkan pedangku di tempat Ariadne, meskipun Deadalus sudah menjelaskan
bahwa alat itu dapat menambah kekuatan kepada manusia. Tetapi aku mau
menghadapi Minotaur itu dengan kekuatanku sendiri. Setelah sampai di pintu
masuk labyrinth, kuminta kepada Ariadne dengan sangat supaya ia tetap di tempat
itu dan jangan meninggalkannya”. (hal.42)
10) Theseus: “ Tak ada yang
kusembunyikan kepadanya. Dia sudah tahu cintaku kepada Ariadne, dendamku
kepadanya. Bahkan aku tidak menyembunyikan bahwa aku pernah tergila-gila kepada
Phaedra meskipun dia belum mencapai usia remaja”. (hal.46)
11) Theseus dan Pirithous telah
merencanakan sebuah rencana tipu daya. (hal.46)
12) Theseus: “.......aku
bermimpi selama semalam terakhir itu bahwa aku telah menjadi raja Attika....” (hal.50)
13) Theseus: “Yang penting
sekarang bukan menaklukkan, tapi yang penting ialah menguasai”. (hal.52)
14) Theseus: “Akibat persaingan
itu maka timbul pelbagai macam pertentangan, oeperangan dan pertarungan yang
takkunjung selesai. Sudah semestinya aku mempersatukan semua ini, dan
memperkokoh kekuasaan. Hal ini baru kuperoleh, sesudah dengan susah payah dan
bekerja keras yang kulakukan dengan taktik dan kekerasan”. (hal.52-53)
15) Theseus: “Aku dihadapkan
pada kehendak yang datang tiba-tiba, tak terkendalikan, menyesatkan, lalu aku
membunuh anakku sendiri. Hal itu tetap menjadi kesedihan yang menyayat hati
selalu dan belum dapat dihibur. Phaedra kira-kiranya bijaksana tatkala
kejahatannya itu disadarinya, ia segera membunuh diri. Tetapi aku sekarang, aku
yang sudah kehilangan segalanya, sampai pada persahabatan dengan Pirithous, aku
jadi sebatang kara, sementara kini aku berangkat tua”. (hal.60)
Hal Paling Menarik :
Theseus:
“Seperti sudah kukatakan, Aegeuslah yang telah menjadi perintangku dalam cinta.
Apalagi sesudah Medea menemukan suatu cara mengembalikan dia ke dalam masa
remaja tatkala dilihatnya dan melihat dirinya sudah mulai tua renta”. (hal.8)
Petualangan
THESEUS
Bersama Perangai dalam Kepribadiannya
(Dalam
Pendekatan Psikologis)
Oleh :
Huswatul
Hasanah
PA.2012/122074021
Pendekatan
psikologis adalah pendekatan yang berusaha memahami prosa fiksi sebagai sebuah
kreasi yang tidak dapat dilepaskan dalam aspek psikologis, terutama pengarang,
pembaca, dan yang lain. Lebih dari itu dalam pendekatan ini dapat dikaitkan
dengan psikoanalisis untuk dapat melihat karakter-karakter yang ada dalam novel
tersebut (Moh Najid, 2009:58)
Menurut
Harjana (1991 : 60), pendekatan psikologi sastra dapat diartikan sebagai suatu
cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari asumsi
bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia
yang merupakan pancaran dalam mengkhayati dan mensikapi kehidupan. Disini
fungsi psikologi itu sendiri adalah melakukan penjelajahan ke dalam batin jiwa
yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra dan untuk
mengetahui lebih jauh tentang seluk beluk tindakan manusia dan responnya
terhadap tindakan lainnya.
Penelitian
psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan
memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian dapat mengungkap gejala-gejala
psikologis tokoh baik yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan pengarang
(Ratna, 2004 : 350).
Definisi
pendekatan psikologi sastra yang diungkapkan oleh keuda pakar sastra tersebut
di atas sama halnya dengan pendekatan psikoanalisis. Teori psikologi yang
paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi yang paling dominan dalam
analisis karya sastra adalah teori psikoanalisis Sigmund freud (Ratna, 2004 :
62 dan 344).
Kepribadian
selalu berubah dan berkembang. Perkembangan kepribadian adalah suatu proses
untuk mengatasi ketegangan jiwa. Tahap perkembangan menurut Freud terbagi
menjadi tiga tahap yaitu tahap infantil, tahap laten dan tahap genital. Freud
berpendapat bahwa tahap infantile merupakan tahap yang sangat penting bagi
pembentukan kepribadian.
Psikoanalitik
secara ekstrem melihat teks sebagai halaman kosong tempat subjektivitas pembaca
memerikan dirinya. Pembaca menciptakan kembali teks berdasarkan pola-pola yang
menjadi karakteristiknya dalam mengadaptasi dunia nyata. Di samping itu,
pembaca jugamemproyeksikan fantasi-fantasi karakteristiknya pada teks tertentu.
Pada
tulisan ini pembahasan lebih fokus terhadap keadaan psikologis dari tokoh
utama. Tokoh utama atau tokoh sentral dalam novel ini adalah Theseus. Hal ini
bisa dilihat melalui judul novel itu sendiri yakni Theseus. Di mana kebanyakan
penulis menggunakan tokoh utama sebagai judul dalam karya sastranya. Di samping
itu frekuensi munculnya tokoh utama ini sering atau bahkan selalu muncul dalam
setiap bagian cerita. Berikut akan dipaparkan mengenai karakter tokoh utama
yang menjadi fokus pembicaraan.
Subjek
manusia bukanlah sebuah kesatuan, melainkan sebuah proses konstruksi yang terus
menerus. Manusia tidak pernah menjadi diri sendiri secara utuh dan bebas
sepenuhnya, karena manusia selalu dikendalikan oleh bahasa orang tua, dan
ketidaksadarannya.
Seperti
nampak pada tokoh aku bahwa ia tengah dikendalikan oleh ayahnya, Aegeus. Kemudian
ia juga telah dikendalikan dengan ketidaksadaran pikirannya sendiri. “Seperti
sudah kukatakan, Aegeuslah yang telah menjadi perintangku dalam cinta. Apalagi
sesudah Medea menemukan suatu cara mengembalikan dia ke dalam masa remaja
tatkala dilihatnya dan melihat dirinya sudah mulai tua renta”. (hal.8)
Mengenai
Odipus complex yang diderita Theseus
ada pada tahap infantile yang merupakan suatu tahapan perkembangan psikoseksual
dimasa anak-anak saat anak menganggap ayah sebagai musuh dan saingan dalam meraih
cinta secara eksklusif dari ibunya. Oedipus
compelx ini dialami oleh Theseus karena ia tidak mampu melewati tahapan
atau fase perkembangan kepribadian pada dirinya. Sehingga Theseus dikatakan
sebagai seseorang yang memiliki kepribadian yang tak sempurna atau menyimpang
karena ia tak mampu melewati fase-fase perkembangan kepribadiannya dengan baik.
Oedipus complex dalam diri Theseus ini
bisa dilihat pada perjalanan hidup Theseus sejak masa kecilnya hingga masa
dewasanya. Keterpakuannya pada Oedipus compelx
ini terlihat pada peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang hidupnya.
Peristiwa-peristiwa itu yakni kematian sang ayah (Aegueus), kematian sang anak
(Hypollitue) dan kematian sang sahabat yang juga sebagia raja Thebes (Oedipus).
Kondisi tersebut hadir akibat terputusnya hasrat libido melalui larangan sang
ayah. Kondisi ini tercipta berawal dari keinginan Theseus semasa kecil yang
lebih cenderung menyukai kehidupan yang bebas serta kedekatan yang begitu
hangat dengan alam.
“Aku
tak terbatas hanya pada diriku, maka segala hubunganku dengan dunia luar tidak
menunjukkan kepadaku batas-batas kemampuanku seperti halnya dengan
kecenderunganku dalam mencari kesenangan. Dengan tanganku aku sudah
mengelus-elus buah-buahan dan kulit kayu yang lunak, batu licin di tepi laut,
bulu anjing dan kuda, sebelum aku menjamah wanita”. (hal.5-6)
Dengan
ia melakukan kebebasan dan kedekatannya dengan alam, Theseus merasakan adanya
dorongan libido dalam dirinya. Benda-benda di alam yang begitu dekat dan
bersahabat dengan menggambarkan atau mengandung satu sifat umum yakni
kelembutan seorang wanita. Dimana telah lama ia begitu mendambakan kehadiran
“sosok ibu”.
Keinginannya
ini menimbulkan gairah sensual dalam dirinya. Gairah sensual ini terlihat
ketika bagaimana ia telah melakukan petualangan dengan wanita-wanita seperti Antiope,
Pasiphae, Ariadne, dan Phaedra. Terlena dengan alam ketidaksadarannya itu,
setelah Ayah dan anaknya mati karena ketidaksadaran Theseus, sahabatnya sendiri
pun menjadi korban ketaksadaran petualangan alam pikirnnya. Oedipus complexnya itu
memunculkan perasaan bahwa ia merasa paling hebat dan tak ingin disaingi
ataupun dikalahkan oleh orang lain meskipun oleh sahabatnya sendiri. Ia
menganggap sahabatnya sendiri (Oedipus) sebagai saingan terberatnya. Sehingga
saat kematian sahabatnya sendiri di bumi Attika, ia merasa telah memiliki
Attika sepenuhnya. Di mana tak akan ada orang lain lagi yang merebut apa yang
ia punya.
Aspek
penting yang juga dibahas dalam psiko-analis ini ialah pandangannya yang menyatakan
bahwa karya sastra adalah ekspresi ambang ketaksadaran penulis atau
pengalaman-pengalaman hidupnya. Dalam kaitan ini karya sastra dapat dipakai
sebagai cermin memandang sisi psikologis pengarang. Bukan tak mungkin, ketika
Andre Gide menciptakan sebuah karya ini yang tertuang dalam bentuk tulisan
sehingga terangkai menjadi sebuah novel berjudul THESEUS merupakan hasil dari
pengalaman pribadinya. Pengalamannya melihat atau ikut merasakan dunia yang
sedang ia ceritakan, kemudian dengan berbagai imajinasinya, Andre Gide berusa
menuangkannya dalam sebuah tulisan. Saat ia menulis karya ini secara tidak
sadar pengarang hanyut dengan cerita yang dibuatnya sendiri, maka sebuah kisah
tertulis secara gamblang menjadi sebuah novel yang patut menjadi bacaan khalayak
umum.
Oleh: Huswatul Hasanah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar