..

love

Kamis, 30 Mei 2013

Apresiasi Novel Theseus

Judul               : THESEUS
Pengarang      : Andre Gide
Penerjemah   : Ali Audah
Penerbit         : Budaya Jaya
Tahun Terbit : 1979, Cetakan Pertama
Halaman         : 64 lembar
Ringkasan Cerita :
Novel Theseus karya pengarang Perancis, Andre Gide bercerita tentang perjalanan hidup tokoh utamanya yakni seorang Theseus yang notabene adalah seorang putera raja. Dikisahkan perjalanan hidupnya semenjak kecil hingga ia meninggal. Namun dalam perjalanan hidupnya itu, Theseus mengalami tahapan perkembangan kerpibadian yang tak sempurna (menyimpang) dalam masa kecilnya. Theseus tidak mampu melewati fase perkembangan kepribadian masa kanak-kanaknya (masa infantile) seperti manusia normal lainnya.
Hal ini bermula dari didikan ayahnya. Aegeus, yang begitu menanamkan bahkan memahatkan jiwa kepemimpinan serta kewibawaan yang nantinya akan berharga untuknya sebagai seorang pewaris kedudukan ayahnya. Raja Attika. Padahal dalam diri Theseus terjadi sebuah kontradiktif. Disamping ia mengagumi kegagahan ayahnya sebagai seorang raja serta sifat pemurah, terhormat, dan benar-benar sebagai raja yang berwatak, tanpa disadari ia telah menaruh kebencian terhadap ayahnya itu, karena ayahnyalaha yang melarang ia bersahabat dengan alam. Padahal dengan begitu dekat dengan alam, ia mampu menjamah benda-benda alam seperti halnya buah-buahan, permukaan batu yang licin, goyanagan rumput, serta bulu kuda dan anjing yang menggambarkan atau mengandung satu sifat umum yaitu kelembutan wanita. Yang sebenarnya hal itu begitu ia dambakan setelah sekian lama ia tak merasakan belaian lembut seorang ibu. Didikan keras serta larangan ayahnya merupakan vonis mati bagi imaji erotiknya.
Dampak dari putusnya hasrat libido terhadap sosok ibu oleh ayahnyalah yang membawa pada kematian ayahnya yang secara tak sadar telah ia lakukan. Kematian anaknya hypollitus di tangannya sendiri, kematian sahabatnya sendiri, Oedipus serta beberapa sikap-sikap yang ditimbulkan akibat dari Oedipus complex yang dideritanya adalah petualangan cintanya dengan beberapa wanita selama ia melaklukan perjalanan menuju pulau kreta demi sebuah misi membebaskan Yunani dari kewajiban membayar upeti tiap tahun yang menurut Raja pulau Kreta, Minos yang menganggap kematian anaknya, Androgeus merupakan tanggungjawab Attika.
Di akhir cerita theseus beranggapan bahwa nasibnya lebih beruntung dari sahabatnya, Oidipus, Theseus bahagia sebab ia sudah melaksanakan apa yang harus dilaksanakannya. Meninggalkan kota Atena untuk umat manusia. Pikirnya senang bahwa manusia sesudahnya kelak, berkat jasanya, akan hidup lebih baik, lebih bahagia, lebih dekat kepada kebebasan. Sedapat mungkin ia sudah berkorban dalam mengabdi kepada kemanusiaan kemudian hari.

DATA HASIL BACA
UNSUR INSTRINSIK
Tokoh dan Penokohan :
Ø  Tokoh Utama/Sentral :
§  Theseusà seorang pangeran tampan keturunan raja, lahir di Troezen, Yunani. Memiliki kemauan tinggi, penurut, periang, pemberani, ambisius, suka tantangan, tidak berpendirian tetap, teledor, baik dalam memperkirakan sesuatu.
Ø  Tokoh Pendamping/Periferal :
§  Hippolytus, anak Theseusà seorang keturunan raja, rendah hati dan sopan, tetapi ia sudah mati.
§  Pan
§  Zeusà jelmaan sapi.
§  Thetis
§  Aegeus, Ayah Theseusà raja yang terhormat, pemberi semangat, pemurah, berwatak cerdas.
§  Poseidonà dewa.
§  Aphroditeà dewa.
§  Medeaà istri Aegeus
§  Sphinx
§  Oidipusà terbuang dari tanah airnya Thebes, buta, mengalami kegagalan dalam setiap usahanya.
§  Gorgon
§  Ballerophon
§  Periphetesà raksasa yang tersohor ke mana-mana.
§  Prometheus
§  Pirithousà sahabat Theseus,
§  Herkulesà anak bibi Theseus
§  Omphale
§  Antiopeà ratu Amazon, dadnya bersusu satu, tubuhnya kekar, pandai menunggang kuda dan berkelahi, telah menyusui Hippolytus.
§  Pittheusà kakek Theseus, cerdas.
§  Sinisà golongan perampok berbahaya.
§  Periphetesà golongan perampok berbahaya.
§  Cercyonà golongan perampok berbahaya.
§  Scironà seorang penjahat.
§  Pyeregoneà tinggi dan lemah gemulai.
§  Menalipà anak angkat Pyeregone yang merupakan pemberian dari Theseus.
§  Minosà Raja di pulau Kreta. Mengenakan pakaian berwarna merah tua tanpa dijahit, berjuntai dari bahunya sampai ke tumit dengan kerutan-kerutan yang mewah sekali. Di atas dadanya yang lebar disusun rangkaian kalung bunga yang satu di atas yang lain, terdiri dari mutiara serta kepingan emas yang berukirkan bunga-bunga teratai. Ia duduk di atas mahligai yang dijunjung oleh kampak berpilin, tangan kanannya memegang tongkat kerajaan dari emas setinggi orang berdiri, yang agak direntangkan ke depan sehingga agak jauh dari badannya. Tangan kirinya memegang sekuntum bunga yang berdaun segi tiga seperti yang terdapat dalam rangkaian kalung bunga hanya agak lebih besar. Di atas mahkota emasnya dipasang bulu burung merak, burung unta dan Alkeone.
§  Andregeusà anak Minos yang sudah mati.
§  Minotaurà makhluk aneh yang dilahirkan Pasiphae.
§  Pasiphaeà istri Minos (permaisuri). Dad dan lengannya terbuka. Kedua buah dadanya yang membesar telah dipisahkan oleh pelbagai macam perhiasan terdiri dari mutiara, kristal, dan batu-batu permata. Wajahnya dikelilingi oleh rambut yang hitam dan panjang dan sekeliling dahi dahi dihiasi pula dengan potongan rambut yang tipis-tipis. Bibir dan hidung yang tipis disertai sepasang mata yang besar memandang nyata seperti mata seekor sapi. Ia juga mengenakan sesuatu yang menyerupai mahkota dari emas yang tidak langsung diletakkan di atas rambutnya, melainkan di atas sebuah topi hitam pekat yang aneh sekali yang akan menimbulkan tertawaan orang. Topi itu menyumbul dari mahkotanya dan berakhir dengan ujung yang runcing tinggi melengkung agak ke depan seperti tanduk menjumbai ke dahinya. Baju panjangnya yang terbuka dari bagian depan sampai ikat pinggangnya itu terus menyalur ke punggung sampai ke leher, dicoba dililitkan ke pesak yang terbuka lebar. Pakaiannya yang hanya separuh itu yang terurai ke sekujur badannya juga tampak aneh, putih kekuning-kuningan, jalin-menjalin. Ada yang seperti bunga air berwarna ungu, ada yang seperti saprang, ada yang semacam bunga violet dilingkari daun-daunan berwarna hijau.
§  Ariadneà putri sulung Pasiphae
§  Phaedraà adik Ariadne.
§  Glaukusà anak yang paling kecil.
§  Pengasuh Glaukusà orang Yunani Korinth.
§  Rhadamanthusà saudara raja
§  Daedalusà teman Rhadamanthus. Meskipun usianya sudah lanjut tapi badannya tidak tampak bungkuk. Ia memelihara janggut dan hitam pekat agak keperak-perakan. Dahinya yang lebar disela-sela oleh kelukan-kelukan agak ke sebelah atas. Sepasang alisnya yang bersambung hampir saja menutupi matanya bila menundkkan kepala.
§  Ikarusà anak Daedalus. Sudah mati.
§  Talusà sepupu Daedalus.
§  Prokrustes
§  Europaà ibu raja Minos.
§  Seorang pemuda yang diceritakan Daedalusà tampan sekali, rambutnya yang panjang berwarna kelabu terjumpai di bahunya. Pandangan matanya tajam seolah ia tak pernah mundur. Tubuhnya telanjang sampai di pinggang myang dilingkari tali pinggang kecil terbuat daripada logam. Tampak olehku selembar sarung yang lebar daripada kain tenun warna hitam dan daripada kulit dikenakan di atas pinggulnya dan kedua ujungnya diikat menjadi sebuah bonggol besar. Sepasang sepatu daripada kulit putih, yang menandakan bahwa dia sudah siap-siap akan pergi.
§  Orion
§  Tantalusà seumur hidupnya selalu kehausan.
§  Sisyphusà selalu mengangkat batu besar ke puncak gunung yang tak pernah tercapai.
§  Jason
§  Perseus
§  Sentaurà raut dan bentuknya merupakan perpaduan manusia dengan binatang. Masih muda, dan kemudaannya menambah molek keindahannya.
§  Dionysusà telah menikahi Ariadne.
§  Helena
§  Proserpineà pemalu.
§  Pendeta Tireasias.
Alur/Plot : Campuran (Maju-Mundur)
Alur dari novel Theseus ini begitu sulit digambarkan sebab alur-alur pada setiap ceritanya melompat-lompat. Entah itu maju ataupun mundur. Pembaca tampaknya akan sedikit kesulitan menentukan alurnya meningat setiap bagian-bagian ceritanya seakan-akan potongan – potongan cerita yang sepertinya berdiri sendiri namun sebenarnya merupakan satu kesatuan cerita yang sambung sinambung.
Latar/ Setting :
ü  Latar Tempat : tepi laut, bawah tanah, sekitar istana, Attika, atas kapal, pulau Kreta, Atena, kota Apidor, Troezen, Isthmus Peloponnesus, Yunani, Ammsos yaitu pelabuhan luar kota yang tidak jauh dari Knossus, pantai, Amphitheatre, Gorten, hutan, taman, di bawah ruangan kerajaan, sebuah arena besar dalam bentuk setengah lingkaran terbuka di dekat laut, labyrinth, danau moris, pulau naxos dan masih banyak lagi.
ü  Latar Waktu : sekarang, pagi, siang, sore, malam, tahun-tahun permulaan itu, suatu hari, ketika itu, sudah lampau, pada tahun itu, pada pagi bulan Maret, dan sebagaiya.
ü  Latar Suasana : kesal, benci, tertekan, tegang, mencekam, iri, cemburu, bahagia, acuh dan sedih.
Sudut Pandang : Orang Pertama.
Sudut pandang dalam novel ini adalah sudut pandang orang pertama. Dalam arti penulis menempatkan dirinya sebagai tokoh utama yakni bercerita secara langsung yang ditandai dengan “Aku”

Gaya Bahasa :
Gaya bahasa yang dapat dijumpai dalam novel ini adalah gaya bahasa atau majas hiperbola, personifikasi dan metafora.
Hal-hal Menarik :
1)     Theseus: “Hampir saja aku percaya dalam kenyataan, bahwa aku bukan anak yang sebenarnya. Ini yang dikatakan kepadaku, dan juga dikatakan bahwa dewa Poseidonlah yang melahirkan aku. Kalau ini benar, berarti dari dewa ini aku telah mewarisi perangaiku ini yang tak pernah tetap dalam segala hal. Juga aku tak dapat mencintai seorang wanita”. (hal.8)
2)     Theseus: “Seperti sudah kukatakan, Aegeuslah yang telah menjadi perintangku dalam cinta. Apalagi sesudah Medea menemukan suatu cara mengembalikan dia ke dalam masa remaja tatkala dilihatnya dan melihat dirinya sudah mulai tua renta”. (hal.8)
3)     Theseus: “Aku menyelam terus dalam-dalam, dan dalam hal ini aku memang ahli. Baru aku menyembul kembali ke permukaan air setelah aku mengeluarkan dari kantong itu tiga buah batu permata yang bermutu tinggi: sebuah batu akik onyx dan yang dua buah lagi akik hijau. Setelah mencapai pantai batu akik onyx itu dalam sebuah sampul kuberikan kepada permaisuri dan kepada kedua putri jenis batu yang lain, dengan pura-pura seolah telah kuambil dari dasar laut, bahkan pura-pura seolah Poseidonlah yang memberikan kepadaku untuk dihadiahkan kepada putri-putrinya itu”. (hal 20)
4)     Minos terlahir dari hasil perkawinan ibunya, Europa yang telah diculik oleh sapi jelmaan Zeus. (hal.24)
5)     Ariadne cepat-cepat datang menghampiriku, kemudian dengan bernafsu sekali bibirnya dilekatkan ke bibirku keras-keras, sehingga hampir-hampir kami terjatuh bersama-bersama. (hal.26)
6)     Daedalus-Theseus: “ Sudah menjadi kewajibanmu membangun Atena dan sekalian menegakkan kekuasaan otak manusia di sana”. (hal.40)
7)     Daedalus-Theseus: “Biasakan dirimu untuk tidak beristirahat, kecuali bila pekerjaanmu sudah selesai atau bila kau sudah di ambang maut. Demikianlah, sesudah maut yang nyata ini, engkau akan dapat meneruskan hidup yang sambung-menyambungdan terus tumbuh itu, yang akan membuat orang berutang budi kepadamu. Teruskanlah sesuai dengan tujuan-tujuanmu. Maju terus ke depan. Maju terus, duhai oemuda perkasa tempat mempertemukan kota-kota”. (hal.40)
8)     Daedalus-Theseus: “Menurut dugaanku, engkau akan mengalahkan Minotaur tanpa terlalu bersusah payah. Dia tidak seperkasa seperti yang dikatakan orang”. (hal.40)
9)     Theseus: “Dengan bersikeras kutinggalkan pedangku di tempat Ariadne, meskipun Deadalus sudah menjelaskan bahwa alat itu dapat menambah kekuatan kepada manusia. Tetapi aku mau menghadapi Minotaur itu dengan kekuatanku sendiri. Setelah sampai di pintu masuk labyrinth, kuminta kepada Ariadne dengan sangat supaya ia tetap di tempat itu dan jangan meninggalkannya”. (hal.42)
10) Theseus: “ Tak ada yang kusembunyikan kepadanya. Dia sudah tahu cintaku kepada Ariadne, dendamku kepadanya. Bahkan aku tidak menyembunyikan bahwa aku pernah tergila-gila kepada Phaedra meskipun dia belum mencapai usia remaja”. (hal.46)
11) Theseus dan Pirithous telah merencanakan sebuah rencana tipu daya. (hal.46)
12) Theseus: “.......aku bermimpi selama semalam terakhir itu bahwa aku telah menjadi raja Attika....” (hal.50)
13) Theseus: “Yang penting sekarang bukan menaklukkan, tapi yang penting ialah menguasai”. (hal.52)
14) Theseus: “Akibat persaingan itu maka timbul pelbagai macam pertentangan, oeperangan dan pertarungan yang takkunjung selesai. Sudah semestinya aku mempersatukan semua ini, dan memperkokoh kekuasaan. Hal ini baru kuperoleh, sesudah dengan susah payah dan bekerja keras yang kulakukan dengan taktik dan kekerasan”. (hal.52-53)
15) Theseus: “Aku dihadapkan pada kehendak yang datang tiba-tiba, tak terkendalikan, menyesatkan, lalu aku membunuh anakku sendiri. Hal itu tetap menjadi kesedihan yang menyayat hati selalu dan belum dapat dihibur. Phaedra kira-kiranya bijaksana tatkala kejahatannya itu disadarinya, ia segera membunuh diri. Tetapi aku sekarang, aku yang sudah kehilangan segalanya, sampai pada persahabatan dengan Pirithous, aku jadi sebatang kara, sementara kini aku berangkat tua”. (hal.60)
Hal Paling Menarik :
Theseus: “Seperti sudah kukatakan, Aegeuslah yang telah menjadi perintangku dalam cinta. Apalagi sesudah Medea menemukan suatu cara mengembalikan dia ke dalam masa remaja tatkala dilihatnya dan melihat dirinya sudah mulai tua renta”. (hal.8)

                                                                                                














Petualangan THESEUS
 Bersama Perangai dalam Kepribadiannya
(Dalam Pendekatan Psikologis)
Oleh :
Huswatul Hasanah
PA.2012/122074021
Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang berusaha memahami prosa fiksi sebagai sebuah kreasi yang tidak dapat dilepaskan dalam aspek psikologis, terutama pengarang, pembaca, dan yang lain. Lebih dari itu dalam pendekatan ini dapat dikaitkan dengan psikoanalisis untuk dapat melihat karakter-karakter yang ada dalam novel tersebut (Moh Najid, 2009:58)
Menurut Harjana (1991 : 60), pendekatan psikologi sastra dapat diartikan sebagai suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam mengkhayati dan mensikapi kehidupan. Disini fungsi psikologi itu sendiri adalah melakukan penjelajahan ke dalam batin jiwa yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra dan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk beluk tindakan manusia dan responnya terhadap tindakan lainnya.
Penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian dapat mengungkap gejala-gejala psikologis tokoh baik yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan pengarang (Ratna, 2004 : 350).
Definisi pendekatan psikologi sastra yang diungkapkan oleh keuda pakar sastra tersebut di atas sama halnya dengan pendekatan psikoanalisis. Teori psikologi yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori psikoanalisis Sigmund freud (Ratna, 2004 : 62 dan 344).
Kepribadian selalu berubah dan berkembang. Perkembangan kepribadian adalah suatu proses untuk mengatasi ketegangan jiwa. Tahap perkembangan menurut Freud terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap infantil, tahap laten dan tahap genital. Freud berpendapat bahwa tahap infantile merupakan tahap yang sangat penting bagi pembentukan kepribadian.
Psikoanalitik secara ekstrem melihat teks sebagai halaman kosong tempat subjektivitas pembaca memerikan dirinya. Pembaca menciptakan kembali teks berdasarkan pola-pola yang menjadi karakteristiknya dalam mengadaptasi dunia nyata. Di samping itu, pembaca jugamemproyeksikan fantasi-fantasi karakteristiknya pada teks tertentu.
Pada tulisan ini pembahasan lebih fokus terhadap keadaan psikologis dari tokoh utama. Tokoh utama atau tokoh sentral dalam novel ini adalah Theseus. Hal ini bisa dilihat melalui judul novel itu sendiri yakni Theseus. Di mana kebanyakan penulis menggunakan tokoh utama sebagai judul dalam karya sastranya. Di samping itu frekuensi munculnya tokoh utama ini sering atau bahkan selalu muncul dalam setiap bagian cerita. Berikut akan dipaparkan mengenai karakter tokoh utama yang menjadi fokus pembicaraan.
*      Karakter pemberani dalam diri Theseus ini tampak saat ayahnya menyarankan dirinya untuk menempuh jalan laut yang lebih aman, namun bukanlah Thesesus jika tak menentang bahaya. Theseus dengan keberaniannya memilih jalan darat dengan segala lika-likunya. Baginya, hal itu merupakan kesempatan dirinya dalam memperlihatkan keberaniannya. Hingga dalam perjalanannya ia mampu mengalahkan beberapa penjahat yang mencoba menghadang perjalannya.
*      Karakter penuh percaya diri dalam diri Theseus ini tampak saat ia mengakui pada dirinya sendiri bahwa tangan dan hatinya begitu kuat tatkala ia berhasil mengalahkan perampok-perampok yang baginya sangat berbahaya.
*      Karakter penuh kekuatan dalam diri Theseus tampak saat ia menuruti perintah ayahnya dalam mengangkat batu-batuan besar untuk mencari senjata di bawah tanah.
*      Karakter penuh pengabdian kepada manusia dalam diri theseus tampak saat ia telah menunaikan pengabdiannya dalam membersihkan bumi dari penjahat-penjahat, perampok-perampok serta binatang buas.
*      Karakter selalu ingin serba sempurna dalam segala usaha dalam diri Theseus in sebenarnya adalah sifat yang ia warisi dari kakeknya Pitheus. Kata-kata kakeknya seolah telah terpatri dalam jiwanya bahwa tidak cukup manusia itu akan ada, juga tidak cukup akan sudah ada, tapi ia harus mewarisi dan bekerja, sehingga ia merasa bahwa adanya itu belum selesai, dan ia masih tetap sambung menyambung dan perlu disempurnakan.
*      Karakter penuh ambisi dan perkasa dalam diri Theseus merupakan sifat yang ia warisi dari herkules, anak bibinya.
*      Karakter cerdas dalam diri Theseus merupakan sifat yang ia warisi dari kakek dan ayahnya Pitheus dan Aegeus.
*      Karakter tidak bertanggungjawab dalam diri Theseus tampak saat ia dalam perjalannya menuju Atena, ia bertemu dengan sosok Pyregone yang tinggi dan lemah gemulai lalu Theseus memberinya anak yang bernama Menalip. Pyregone dan menalip begitu saja ditinggalkan oleh Theseus supaya ia tak terlambat dalam perjalannya.
*      Karakter curang dalam diri Theseus tampak saat ia diuji kesaktiannya layaknya dewa Poseidon oleh Raja Minos. Ia mencurangi ujian yang diberikan Raja Minos.
*      Karakter tidak konsisten dalam diri Theseus yang menurutnya sendiri adalah warisan dari Dewa Poseidon yakni perangainya yang tak pernah tetap dalam segala hal. Hal itu juga ditunjukkan Theseus ketika ia tak dapat tetap mencintai seorang wanita.
*      Karakter tak ingin disaingi ataupun dikalahkan oleh orang lain dalam diri theseus tampak ketika kebenciannya terhadap ayahnya karena ayahnya dianggap telah menyainginya merampas “sosok ibu” dari dirinya lewat larangan bersahabat dengan alam yang secara tidak langsung memutus imaji erotiknya. Hal lain juga tampak saat bayang-bayang ayahnya muncul pada diri anaknya, Hypollitus serta tampak juga saat Theseus merasa disaingi dan dikalahkan oleh sahabatnya sendiri, Oedipus. Ketika Oedipus berada di bumi pertiwinya, Attika, Oedipus yang juga seorang raja Thebes yang dianggapnya akan memiliki Attika juga.
*      Karakter pengayom pada diri Theseus tampak ketika ia berucap bahwa yang selalu ia jaga adalah kepentingan umum, menjaga keseimbangan dan ketertiban.
*      Karakter penakluk pada diri Theseus tampak ketika ia berhasil menaklukkan binatang-binatang buas, perampok-perampok dan penjahat-penjahat.
*      Karakter angkuh pada dirinya Theseus tampak saat ia mengakuinya sendiri. Berikut kutipan yang menunjukkan bahwa tokoh Theses memiliki sifat angkuh. “Kupersembahkan kepada dewa-dewa sebagai tebusan atas apa yang telah kucapai dengan berhasil disamping sifat-sifat angkuh yang kumiliki”
*      Karakter teguh hati, tampak ragu-ragu dan pantang mundur tampak saat Dedalus pembuat Labyrinth berkata pada Theseus bahwa daedalus menyukai Theseus karena keteguhan hati menghadapi sesuatu tujuan tanpa ragu-ragu dan pantang mundur.
Subjek manusia bukanlah sebuah kesatuan, melainkan sebuah proses konstruksi yang terus menerus. Manusia tidak pernah menjadi diri sendiri secara utuh dan bebas sepenuhnya, karena manusia selalu dikendalikan oleh bahasa orang tua, dan ketidaksadarannya.
Seperti nampak pada tokoh aku bahwa ia tengah dikendalikan oleh ayahnya, Aegeus. Kemudian ia juga telah dikendalikan dengan ketidaksadaran pikirannya sendiri. “Seperti sudah kukatakan, Aegeuslah yang telah menjadi perintangku dalam cinta. Apalagi sesudah Medea menemukan suatu cara mengembalikan dia ke dalam masa remaja tatkala dilihatnya dan melihat dirinya sudah mulai tua renta”. (hal.8)
Mengenai Odipus complex yang diderita Theseus ada pada tahap infantile yang merupakan suatu tahapan perkembangan psikoseksual dimasa anak-anak saat anak menganggap ayah sebagai musuh dan saingan dalam meraih cinta secara eksklusif dari ibunya. Oedipus compelx ini dialami oleh Theseus karena ia tidak mampu melewati tahapan atau fase perkembangan kepribadian pada dirinya. Sehingga Theseus dikatakan sebagai seseorang yang memiliki kepribadian yang tak sempurna atau menyimpang karena ia tak mampu melewati fase-fase perkembangan kepribadiannya dengan baik.
Oedipus complex dalam diri Theseus ini bisa dilihat pada perjalanan hidup Theseus sejak masa kecilnya hingga masa dewasanya. Keterpakuannya pada Oedipus compelx ini terlihat pada peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang hidupnya. Peristiwa-peristiwa itu yakni kematian sang ayah (Aegueus), kematian sang anak (Hypollitue) dan kematian sang sahabat yang juga sebagia raja Thebes (Oedipus). Kondisi tersebut hadir akibat terputusnya hasrat libido melalui larangan sang ayah. Kondisi ini tercipta berawal dari keinginan Theseus semasa kecil yang lebih cenderung menyukai kehidupan yang bebas serta kedekatan yang begitu hangat dengan alam.
“Aku tak terbatas hanya pada diriku, maka segala hubunganku dengan dunia luar tidak menunjukkan kepadaku batas-batas kemampuanku seperti halnya dengan kecenderunganku dalam mencari kesenangan. Dengan tanganku aku sudah mengelus-elus buah-buahan dan kulit kayu yang lunak, batu licin di tepi laut, bulu anjing dan kuda, sebelum aku menjamah wanita”. (hal.5-6)
Dengan ia melakukan kebebasan dan kedekatannya dengan alam, Theseus merasakan adanya dorongan libido dalam dirinya. Benda-benda di alam yang begitu dekat dan bersahabat dengan menggambarkan atau mengandung satu sifat umum yakni kelembutan seorang wanita. Dimana telah lama ia begitu mendambakan kehadiran “sosok ibu”.
Keinginannya ini menimbulkan gairah sensual dalam dirinya. Gairah sensual ini terlihat ketika bagaimana ia telah melakukan petualangan dengan wanita-wanita seperti Antiope, Pasiphae, Ariadne, dan Phaedra. Terlena dengan alam ketidaksadarannya itu, setelah Ayah dan anaknya mati karena ketidaksadaran Theseus, sahabatnya sendiri pun menjadi korban ketaksadaran petualangan  alam pikirnnya. Oedipus complexnya itu memunculkan perasaan bahwa ia merasa paling hebat dan tak ingin disaingi ataupun dikalahkan oleh orang lain meskipun oleh sahabatnya sendiri. Ia menganggap sahabatnya sendiri (Oedipus) sebagai saingan terberatnya. Sehingga saat kematian sahabatnya sendiri di bumi Attika, ia merasa telah memiliki Attika sepenuhnya. Di mana tak akan ada orang lain lagi yang merebut apa yang ia punya.
Aspek penting yang juga dibahas dalam psiko-analis ini ialah pandangannya yang menyatakan bahwa karya sastra adalah ekspresi ambang ketaksadaran penulis atau pengalaman-pengalaman hidupnya. Dalam kaitan ini karya sastra dapat dipakai sebagai cermin memandang sisi psikologis pengarang. Bukan tak mungkin, ketika Andre Gide menciptakan sebuah karya ini yang tertuang dalam bentuk tulisan sehingga terangkai menjadi sebuah novel berjudul THESEUS merupakan hasil dari pengalaman pribadinya. Pengalamannya melihat atau ikut merasakan dunia yang sedang ia ceritakan, kemudian dengan berbagai imajinasinya, Andre Gide berusa menuangkannya dalam sebuah tulisan. Saat ia menulis karya ini secara tidak sadar pengarang hanyut dengan cerita yang dibuatnya sendiri, maka sebuah kisah tertulis secara gamblang menjadi sebuah novel yang patut menjadi bacaan khalayak umum.


 Oleh: Huswatul Hasanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar