Apresiator Butuh Wawasan
Kata apresiasi sering dipadukan dengan seni, baik itu seni lukis
ataupun seni dalam berbahasa atau yang sering dikenal sebagai sastra, Menurut
Sumardjo dan Sumaini, salah satu pengertian sastra adalah seni bahasa.
Maksudnya adalah, lahirnya sebuah karya sastra adalah untuk dapat dinikmati
oleh pembaca. Untuk dapat menikmati suatu karya sastra secara sungguh-sungguh
dan baik diperlukan pengetahuan tentang sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup,
penikmatan akan sebuah karya sastra hanya bersifat dangkal dan sepintas karena
kurangnya pemahaman yang tepat. Sebelumnya, patutlah semua orang tahu apa yang
dimaksud dengan karya sastra. Karya sastra bukanlah ilmu. Karya sastra adalah
seni, di mana banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya
perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Perasaan, semangat,
kepercayaan, keyakinan sebagai unsur karya sastra sulit dibuat batasannya.
Sedangkan kata apresiasi masih multi presepsi, artinya kata apresiasi di maknai
dengan beberapa makna, di antara beberapa pengertian apresiasi adalah:
·
Pengertian apresiasi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah penilaian baik; penghargaan; misalnya terhadap karya-karya sastra ataupun karya
seni.
·
Apresiasi berasal dari bahasa Inggris,
appreciation yang berarti penghargaan yang positif. Sedangkan pengertian
apresiasi adalah kegiatan mengenali, menilai, dan menghargai bobot seni atau
nilai seni. Biasanya apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang
negatif. Sasaran utama dalam kegiatan apresiasi adalah nilai suatu karya seni.
Secara umum kritik berarti mengamati, membandingkan, dan mempertimbangkan.
Tetapi dalam memberikan apresiasi, tidak boleh mendasarkan pada suatu ikatan
teman atau pemaksaan. Pemberian apresiasi harus dengan setulus hati dan menurut
penilaian aspek umum.
·
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan
bahwa apresiasi positif dapat diberikan kepada seseorang, atau beberapa
individu atau sebuah kelompok yang melakukan karya positif dengan suatu hal
yang positif juga, atau sebaliknya.
·
Pengertian apresiasi secara umum adalah suatu
penghargaan atau penilaian terhadap suatu karya tertentu. Biasanya apresiasi
berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang negatif. Apresiasi dibagi menjadi
tiga, yakni kritik, pujian, dan saran. Sementara itu, orang yang ahli dalam
bidang apresiasi secara umum adalah seorang kolektor atau pencinta suatu seni
pada umumnya. Tetapi dalam memberikan apresiasi, tidak boleh mendasarkan pada
suatu ikatan teman atau pemaksaan. Pemberian apresiasi harus dengan setulus
hati dan menurut penilaian aspek umum.
·
Pengertian apresiasi adalah 1. kesadaran
terhadap nilai seni dan budaya; 2. penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu; 3.
kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang
itu bertambah;
berapresiasi mempunyai apresiasi; ada apresiasi;
mengapresiasi melakukan pengamatan, penilaian, dan penghargaan (misalnya terhadap sebuah karya seni)
berapresiasi mempunyai apresiasi; ada apresiasi;
mengapresiasi melakukan pengamatan, penilaian, dan penghargaan (misalnya terhadap sebuah karya seni)
·
Apresiasi berasal dari bahasa Inggris
“appreciation” yang berarti penghargaan, penilaian, pengertian, bentuk
ituberasal dari kata kedua “to aprreciate” yang berarti menghargai, menilai,
mengerti. Apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan
batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
(Aminuddin, 1987).
·
Secara makna leksikal, apresiasi (appreciation)
mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan,
penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby dalam Sayuti,
1985:2002).
·
Apresiasi merupakan kegiatan mengakrabi karya
sastra secara bersungguh-sungguh. Sehubungan dengan itu, apresiasi memerlukan
kesungguhan penikmat sastra dalam mengenali, menghargai, dan menghayati,
sehingga ditemukan penjiwaan yang benar-benar dalam (Elliyati, 2004)
·
Apresiasi adalah menggauli cipta sastra dengan
sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran
kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra (Effendi, 1973).
·
Apresiasi mengandung makna pengenalan melalui
perasaaan atau kepekaaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan
yang diungkapkan pengarang (Aminuddin, 1987).
Secara leksikografis, kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris
appreciation, yang berasal dari kata kerja to apreciate, yang menurut kamus
Oxford berarti to judge value of understand or enjoyfully in the right way; dan
menurut kamus Webstern adalah to estimate the quality of to estimate rightly to
be sensitevely aware of. Jadi secara umum mengapresiasi adalah mengerti serta
menyadari sepenuhnya, sehingga mampu menilai secara semestinya. Dalam kaitannya
dengan kesenian, apresiai berarti kegiatan mengartikan dan menyadari sepenuhnya
seluk beluk karya seni serta menjadi sensitif terhadap gejala estetis dan artistik
sehingga mampu menikmati dan manilai karya tersebut secara semestinya. Dalam
mengapresiai, seorang penghayat sedang mencari pengalam estetis. Sehingga
motivasi yang muncul adalah motivasi pengalaman estetis. Pengalaman estetis
menurut Albert R. Candler adalah kepuasan kontemplatif atau kepuasan intuitif.
Sebelum
seseorang mengapresiasi sebuah karya sastra maka seseorang tersebut harus
mengetahui aspek-aspek yang mengelilingi dari suatu karya sastra itu sendiri
agar dalam mengapresiasi tidak ada hal yang terlewat sebab seorang apresiator
telah memahami hal apa saja yang harus di analisis untuk menjadikan suatu
kegiatan apresiasi menjadi lebih kompleks.
Karya sastra
adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan,
ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat
membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan.
Jakop Sumardjo dalam bukunya yang berjudul "Apresiasi Kesusastraan"
mengatakan bahwa karya sastra adalah sebuah usaha merekam isi jiwa
sastrawannya. Rekaman ini menggunakan alat bahasa. Sastra adalah bentuk rekaman
dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain.
Pada dasarnya,
karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena karya sastra dapat
memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran-kebenaran hidup, walaupun
dilukiskan dalam bentuk fiksi. Karya sastra dapat memberikan kegembiraan dan
kepuasan batin. Hiburan ini adalah jenis hiburan intelektual dan spiritual.
Karya sastra juga dapat dijadikan sebagai pengalaman untuk berkarya, karena
siapa pun bisa menuangkan isi hati dan pikiran dalam sebuah tulisan yang
bernilai seni.
Setelah
mengetahui apa yang dimaksud dengan karya sastra, tidak ada salahnya apabila
kita melirik lebih mendalam tentang genre (jenis) karya sastra. Karya sastra
dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni karya sastra imajinatif dan
karya sastra nonimajinatif. Ciri karya sastra imajinatif adalah karya sastra
tersebut lebih menonjolkan sifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif,
dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan ciri karya sastra
nonimajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak unsur faktualnya
daripada khayalinya, cenderung menggunakan bahasa denotatif, dan tetap memenuhi
syarat-syarat estetika seni.
Dunia kesusastraan sendiri mengenal prosa sebagai
salah satu genre
(bentuk) sastra di samping genre-genre yang lain. Karya sastra
secara garis besar terdiri atas tiga macam, yaitu prosa, puisi, dan drama.
Adapun yang menjadi pembahasan utama dalam tulisan ini adalah karya sastra
prosa. Prosa adalah jenis sastra yang menggunakan bahasa bebas, panjang, dan
tidak terikat dalam pengungkapannya.
Oleh karenanya
seorang apresiator terlebih dulu harus mengetahui garis besar struktur pada
prosa (fiksi) yang terbagi menjadi dua
bagian, yaitu struktur luar (ekstrinsik) dan struktur dalam (instrinsik).
Struktur luar (ekstrinsik) adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu
karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran sastra tersebut, misalnya faktor
sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosiol politik, keagamaan, dan tata
nilai yang dianut masyarakat. Unsur intrinsik merupakan unsur yang berasal dari
dalam karya sastra. Struktur dalam (intrinsik) adalah unsur-unsur yang
membentuk karya sastra tersebut, seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur
(plot), pusat pengisahan, latar, dan lain-lain.
A. Tema
Tema merupakan gagasan dasar umum yang digunakan untuk
mengembangkan cerita. Tema yang dikembangkan dapat berupa masalah hidup dan
kehidupan sehingga pada cerita tersebut dijadikan pengalaman, pengamatan maupun
aksi-interaksi dengan lingkungan sekitar baik yang bersifat individual maupun
sosial. Hatikah (2004: 12), mengatakan tema adalah ide dasar yang bertindak
sebagai titik tolak keberangkatan pengarang dalam menyusun sebuah cerita.
Sedangkan Sudjiman (1986: 142) menyatakan, tema adalah gagasan dasar umum yang
terdapat dalam sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai
struktur semantis dan yang menyangkut persamaan dan perbedaan-perbedaan.
Tema menurut Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiyantoro,
1995: 68) adalah gagasan umum untuk menopang sebuah karya sastra yang
terkandung dalam teks sebagai suatu semantis, dan yang menyangkut persamaan dan
perbedaan. Sedangkan menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1995: 70), tema
adalah makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar
unsurnya dengan cara yang sederhana. Jadi, tema merupakan dasar pembangun
seluruh cerita dan bersifat menjiwai seluruh bagian cerita. Dengan demikian,
untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, hendaklah disimpulkan dari keseluruhan
cerita dan bukan berasal dari bagian-bagian tertentu dalam cerita.
B. Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan bagian terpenting dalam sebuah cerita
karena berfungsi untuk memainkan cerita, menyampaikan ide, plot, dan tema.
Penokohan adalah cara pengarang melukiskan tokoh-tokoh dalam cerita yang
ditulisnya. Hal ini dapat dilihat dari dialog atau perwatakan yang dapat
diketahui dari pikiran-pikiran tokoh baik melalui pernyataan maupun dialog. Setiap
tokoh terkadang memiliki watak lebih dari satu.
Penokohan disebut juga dengan “perwatakan”, yang mana
kita sebagai pembaca dapat melihat karakterisasi dari tokoh yang diceritakan
oleh pengarang. Pangarang melukiskan penokohan dengan berbagai cara, yaitu
dengan perilaku pemain terhadap suatu kejadian, melukiskan fisik pemain, dan
bagaimana pandangan pelaku lain. Semua itu dapat dilihat dari setiap dialog
yang terjadi dan digambarkan oleh pengarang.
C.
Latar atau Setting
Selain tema, tokoh beserta penokohannya, sebuah cerita
tidak dapat dilihat secara utuh tanpa latar atau setting. Latar atau setting
dalam sebuah cerita itu dapat berupa latar tempat, waktu atau keadaan alam atau
cuaca terjadinya suatu peristiwa. Latar disebut juga sebagai landasan yang
mengacu pada pengertian tempat, waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam cerita tersebut. Sehingga dari
ketiga hal ini pembaca dapat mengimajinasikan secara faktual dan konkret
tentang waktu, tempat, dan lingkungan sosial cerita tersebut.
Latar tempat dalam cerita mengacu pada lokasi terjadinya
peristiwa-peristiwa pada cerita tersebut. Latar waktu pada cerita menggambarkan
kapan terjadinya peristiwa-peristiwa pada cerita tersebut. Latar sosial
berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat pada tempat yang
diceritakan dalam cerita tersebut.
D.
Alur
Alur merupakan jalan cerita atau dikenal juga dengan
istilah “plot”. Alur mengandung peristiwa demi peristiwa yang kejadiannya susul
menyusul (berurutan), atau tepatnya merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi
dalam cerita tersebut. Hatikah (2004:13), mengatakan alur atau plot adalah
struktur penceritaan dalam prosa fiksi yang di dalamnya berisi rangkaian
kejadian atau peristiwa yang disusun berdasarkan hukum sebab-akibat
(kausalitas) dan logis.
Menurut Sudjiman (1992: 29), alur merupakan tempat
menyangkutnya bagian-bagian cerita sehingga terbentuklah bangunan yang utuh.
Jadi, peranan alur adalah sebagai urutan peristiwa untuk mencapai efek
emosional dan efek artistik tertentu. Peristiwa-peristiwa cerita
dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku, dan sikap tokoh dalam cerita.
Alur terbentuk oleh tahapan emosional dan suasana dalam cerita. Tahapannya
berupa tahapan permulaan, tahapan pertikaian (konflik), tahapan perumitan,
tahapan puncak(klimaks), tahapan peleraian, dan tahapan akhir.
E.
Amanat
Sebuah karya sastra akan menjadi sangat berarti jika di
dalamnya terdapat amanat yang tentunya bermanfaat bagi pembaca, baik itu hal
yang tersurat maupun tersirat dari cerita tersebut. Amanat merupakan
pesan-pesan moral yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita kepada
pembaca. Dengan kata lain, amanat merupakan pandangan pengarang tentang
nilai-nilai kebenaran yang ingin disampaikan pada pembaca sehingga
baik-buruknya setiap sikap maupun tindakan yang terjadi dapat diterima pembaca
dan diambil manfaatnya.
F.
Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan cara sebuah cerita dikisahkan
oleh pengarangnya. Sudut pandang juga menjadi bagian yang tak kalah pentingnya,
karena reaksi afektif pembaca terhadap isi karya akan dipengaruhi oleh sudut
pandang. Sudut pandang inilah yang dijadikan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk
cerita. Atau dengan kata lain, sudut pandang merupakan teknik atau strategi
yang sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan atau ceritanya
untuk disajikan pada pembaca. Hatikah (2004:14), mengatakan sudut pandang (point of
view) adalah cara pengarang menempatkan atau memperlakukan dirinya
dalam cerita yang ditulisnya.
Sudut pandang dapat dibedakan menjadi dua pola utama,
yaitu pola orang pertama dan pola orang ketiga. Pola orang pertama
dikategorikan menjadi tiga yaitu, pengarang sebagai tokoh utama, pengarang
sebagai pengamat tidak langsung, dan pengarang sebagai pengamat langsung.
Sedangkan pola orang ketiga dibedakan menjadi dua tipe, yaitu sudut pandang
serba tahu dan sudut pandang terarah.
G.
Gaya Bahasa
Tidak semua cerita memiliki gaya bahasa atau majas dalam
penceritaannya. Hal ini karena tergantung pada ceritanya. Karya sastra
disampaikan kepada pembaca dengan medium bahasa. Bahasa yang digunakan
pengarang harus bersifat komunikatif agar mudah dipahami. Selain komunikatif,
karya sastra memiliki ciri yaitu gaya bahasa yang indah.
Menurut Abrams, gaya bahasa adalah cara pengungkapan
bahasa dalam prosa yang ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti
pilihan kata, struktur kalimat, bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi, dan
sebagainya. Hal inilah yang menjadi ciri-ciri dari prosa itu sendiri. Terutama
prosa yang bersifat fiksi (rekaan, khayalan, dan imajinasi) sangat terkait
dengan ciri stilistika (gaya bahasa) yang digunakan.
Ciri Khas Stilistika Fiksi (Prosa)
Jenis narasi literer biasa disebut prosa fiksi, atau
disebut fiksi saja. Fiksi merupakan salah satu jenis teks sastra naratif,
sebagai suatu penceritaan tentang peristiwa kehidupan yang merupakan hasil
kreasi pengarang yang disajikan dengan gaya bahasa estetis (Semi, 2008: 77).
Karya fiksi memiliki aspek pokok penanda, yakni unsur cerita, bahasa teks yang
tidak homogen, adanya peristiwa yang diceritakan, dan susunan peristiwa berupa
dunia fiktif. Dengan kalimat lain, gaya dalam prosa (fiksi) pada dasarnya lebih
pada cara penulisan secara keseluruhan (Ratna, 2009: 60). Gaya karya fiksi
dipengaruhi oleh bentuk karya fiksi tersebut. Beberapa jenis fiksi yang
berdasarkan gaya penulisan masing-masing menurut Atar Semi adalah sebagai
berikut:
·
Fiksi romantik: fiksi yang menerapkan aliran filsafat romantisme. Biasanya
disajikan dengan gaya bahasa yang lembut beralun dan dengan menampilkan dialog
atau tuturan yang berbau filosofis. Contohnya: Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya
kapal Van der Wijk karya Hamka.
·
Fiksi Realis: fiksi yang menerapkan aliran realisme dalam sastra. Aliran
ini menentang aliran romantisme. Gaya penyajian fiksi realis lebih bersifat
netral dan lugas, artinya bahasa yang dikenal oleh masyarakat banyak.
Contohnya: Belenggu
dan Atheis.
·
Fiksi Gotik: karya fiksi yang isinya berbicara tentang keajaiban,
kekerasan, pembunugan sadis, hantu gentayangan, atau kejadian aneh serta
keajaiban yang seringkali dirasakan keluar dari kehidupan normal akal sehat.
Daya tarik utama fiksi gotik terletak pada jalinan peristiwa yang
merupakan rangkaian sebab akibat sehingga membuat pembaca penasaran karena rasa
ingin tahu. Gaya bahasa khas itulah yang mendasari fiksi gotik.
·
Fiksi Alegori: menyatakan masalah politik, agama, dan moral dengan memakai
gaya bahasa yang kocak dan lucu, dengan bahasa yang demikianlah pesan-pesan
dapat disampaikan. Fiksi Alegori hampir mirip dengan fiksi simbolis, yakni
sama-sama menyampaikan pesan lewat simbol-simbol, akan tetapi fiksi simbolis
lebih terkesan agak halus.
·
Fiksi Satire: karya sastra karikatur yang secara kritis menggambarkan
berbagai kepincangan yang terdapat dalam masyarakat. Gaya bahasa yang digunakan
terkesan humor, namun tetap serius sehingga hasil yang dirasakan sangat
kiritis, pedas, dan tajam.
·
Fiksi sains: semacam fiksi yang disusun dengan memanfaatkan prinsip ilmu
pengetahuan di dalamnya. Fiksi utopia memiliki kesamaan dengan fiksi sains,
tetapi utopia agak berlebihan tentang khayalan masa depan seorang pengarang.
Jika fiksi sains unsur ilmu pengetahuan lebih mendominasi, maka dalam fiksi
utopia unsur imajinasi tingkat tinggi lebih dominan.
·
Fiksi religius: fiksi yang dengan sadar menghubungkan tradisi keagamaan
dengan tradisi sastra. Pengarang menggunakan medium sastra dan bahasa untuk
menyampaikan getaran hati nurani dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha
Kuasa. Contohnya: penyair sufi Amir Hamzah, dan sebagainya.
·
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui
bahwa karya prosa (fiksi) memberikan hiburan kepada pembaca, selain dari
fungsinya yang estetik. Hal itu disebabkan pada dasarnya setiap orang senang
bercerita, apalagi yang sensasional, baik yang diperoleh dengan cara melihat
maupun mendengarkan. Melalui sarana itu pembaca dapat belajar, merasakan, dan
menghayati berbagai permasalahan kehidupan.
·
Pembagian genre sastra imajinatif dapat
dirangkumkan dalam bentuk puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama.
Penjelasan tentang ketiga karya sastra ini akan kita kupas secara terperinci.
1. Puisi
Puisi adalah
rangkaian kata yang sangat padu. Oleh karena itu, kejelasan sebuah puisi sangat
bergantung pada ketepatan penggunaan kata serta kepaduan yang membentuknya.
2. Fiksi atau
prosa naratif.
Fiksi atau
prosa naratif adalah karangan yang bersifat menjelaskan secara terurai mengenai
suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Fiksi pada dasarnya
terbagi menjadi novel, roman, dan cerita pendek.
Suroto dalam
bukunya yang berjudul "Apresiasi Sastra Indonesia" menjelaskan secara
terperinci tentang pengertian tiga genre yang termasuk dalam prosa naratif
berikut ini.
a. Novel
Novel ialah
suatu karangan prosa yang bersifat cerita, yang menceritakan suatu kejadian
yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita). Dikatakan kejadian
yang luar biasa karena dari kejadian ini lahir suatu konflik, suatu pertikaian,
yang mengalihkan jurusan nasib para tokoh. Novel hanya menceritakan salah satu
segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa, yang mengakibatkan
terjadinya perubahan nasib.
b. Roman
Istilah roman
berasal dari genre romance dari Abad Pertengahan, yang merupakan cerita panjang
tentang kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang di Jerman,
Belanda, Perancis, dan bagian-bagian Eropa Daratan yang lain. Ada sedikit
perbedaan antara roman dan novel, yakni bahwa bentuk novel lebih pendek
dibanding dengan roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.
c. Cerita
pendek.
Cerita atau
cerita pendek adalah suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah peristiwa
kehidupan manusia pelaku/tokoh dalam cerita tersebut. Dalam karangan tersebut
terdapat pula peristiwa lain tetapi peristiwa tersebut tidak dikembangkan,
sehingga kehadirannya hanya sekadar sebagai pendukung peristiwa pokok agar
cerita tampak wajar. Ini berarti cerita hanya dikonsentrasikan pada suatu
peristiwa yang menjadi pokok ceritanya.
3. Drama
Genre sastra
imajinatif yang ketiga adalah drama. Drama adalah karya sastra yang
mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya. Drama sebagai karya
sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah drama ditulis sebagai
dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian, tujuan drama bukanlah untuk dibaca
seperti orang membaca novel atau puisi. Drama yang sebenarnya adalah kalau
naskah sastra tadi telah dipentaskan. Tetapi bagaimanapun, naskah tertulis
drama selalu dimasukkan sebagai karya sastra.
Selanjutnya
adalah pembagian genre sastra nonimajinatif, di mana kadar fakta dalam genre
sastra ini agak menonjol. Sastrawan bekerja berdasarkan fakta atau kenyataan
yang benar-benar ada dan terjadi sepanjang yang mampu diperolehnya.
Penyajiannya dalam bentuk sastra disertai oleh daya imajinasinya, yang memang
menjadi ciri khas karya sastra. Genre yang termasuk dalam karya sastra
nonimajinatif, yaitu:
·
Esai:Esai adalah karangan pendek tentang sesuatu
fakta yang dikupas menurut pandangan pribadi manusia. Dalam esai, baik pikiran
maupun perasaan dan keseluruhan pribadi penulisnya tergambar dengan jelas,
sebab esai merupakan ungkapan pribadi penulisnya terhadap sesuatu fakta.
·
Kritik:Kritik adalah analisis untuk menilai sesuatu karya
seni, dalam hal ini karya sastra. Jadi, karya kritik sebenarnya termasuk
argumentasi dengan faktanya sebuah karya sastra, sebab kritik berakhir dengan
sebuah kesimpulan analisis. Tujuan kritik tidak hanya menunjukkan keunggulan,
kelemahan, benar dan salahnya sebuah karya sastra dipandang dari sudut
tertentu, tetapi tujuan akhirnya adalah mendorong sastrawan untuk mencapai
penciptaan sastra setinggi mungkin, dan juga mendorong pembaca untuk
mengapresiasi karya sastra secara lebih baik.
·
Biografi:Biografi atau riwayat hidup adalah cerita
tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain. Tugas penulis biografi
adalah menghadirkan kembali jalan hidup seseorang berdasarkan sumber-sumber
atau fakta-fakta yang dapat dikumpulkannya. Teknik penyusunan riwayat hidup itu
biasanya kronologis yakni dimulai dari kelahirannya, masa kanak-kanak, masa
muda, dewasa, dan akhir hayatnya. Sebuah karya biografi biasanya menyangkut
kehidupan tokoh-tokoh penting dalam masyarakat atau tokoh-tokoh sejarah.
·
Autobiografi:Autobiografi adalah biografi yang ditulis oleh
tokohnya sendiri, atau kadang-kadang ditulis oleh orang lain atas penuturan dan
sepengetahuan tokohnya. Kelebihan autobiografi adalah bahwa peristiwa-peristiwa
kecil yang tidak diketahui orang lain, karena tidak ada bukti yang dapat
diungkapkan. Begitu pula sikap, pendapat, dan perasaan tokoh yang tak pernah
diketahui orang lain dapat diungkapkan.
·
Sejarah:Sejarah adalah cerita tentang zaman lampau
sesuatu masyarakat berdasarkan sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis.
Meskipun karya sejarah berdasarkan fakta yang diperoleh dari beberapa sumber,
namun penyajiannya tidak pernah lepas dari unsur khayali pengarangnya. Fakta
sejarah biasanya terbatas dan tidak lengkap, sehingga untuk menggambarkan zaman
lampau itu, pengarang perlu merekonstruksinya berdasarkan daya khayal atau
imajinasinya, sehingga peristiwa itu menjadi lengkap dan terpahami.
·
Memoar:Memoar pada dasarnya adalah sebuah
autobiografi, yakni riwayat yang ditulis oleh tokohnya sendiri. Bedanya, memoar
terbatas pada sepenggal pengalaman tokohnya, misalnya peristiwa-peristiwa yang
dialami tokoh selama Perang Dunia II saja. Fakta dalam memoar itu unsur
imajinasi penulisnya ikut berperanan.
·
Catatan Harian:Catatan harian
adalah catatan seseorang tentang dirinya atau lingkungan hidupnya yang ditulis
secara teratur. Catatan harian sering dinilai berkadar sastra karena ditulis
secara jujur, spontan, sehingga menghasilkan ungkapan-ungkapan pribadi yang
asli dan jernih, yakni salah satu kualitas yang dihargai dalam sastra.
·
Surat-Surat:Surat tokoh tertentu untuk orang-orang lain
dapat dinilai sebagai karya sastra, karena kualitas yang sama seperti terdapat
dalam catatan harian.
Genre sastra
nonimajinatif ini belum berkembang dengan baik, sehingga adanya genre tersebut
kurang dikenal sebagai bagian dari sastra. Apa yang disebut karya sastra selama
ini hanya menyangkut karya-karya imajinasi saja. Hal ini bisa kita lihat dari
pemahaman masyarakat, khususnya pelajar tentang sastra.
Dari seluruh
materi yang terangkum diatas dapat disimpulkan jika menjadi seorang apresiator
harus mempunyai modal tentang wawasan mengenai ruang lingkup berbagai macam
genre sastra serta hal-hal yang akan di apresiasi, tentunya hal tersebut akan
memberikan manfaat tersendiri bagi seorang apresiator sebab ia akan mengetahui
ciri khas dari tiap-tiap genre sastra yang akan di apresiasi.
Sumber :
http://id.answers.yahoo.com
http://www.artikata.com
Sumardjo,
Jakob, dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Suroto. 1990.
Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMTA. Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar