..

love

Selasa, 28 Mei 2013

ARTIKEL KEBAHASAAN



Apresiator Butuh Wawasan
Kata apresiasi sering dipadukan dengan seni, baik itu seni lukis ataupun seni dalam berbahasa atau yang sering dikenal sebagai sastra, Menurut Sumardjo dan Sumaini, salah satu pengertian sastra adalah seni bahasa. Maksudnya adalah, lahirnya sebuah karya sastra adalah untuk dapat dinikmati oleh pembaca. Untuk dapat menikmati suatu karya sastra secara sungguh-sungguh dan baik diperlukan pengetahuan tentang sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup, penikmatan akan sebuah karya sastra hanya bersifat dangkal dan sepintas karena kurangnya pemahaman yang tepat. Sebelumnya, patutlah semua orang tahu apa yang dimaksud dengan karya sastra. Karya sastra bukanlah ilmu. Karya sastra adalah seni, di mana banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Perasaan, semangat, kepercayaan, keyakinan sebagai unsur karya sastra sulit dibuat batasannya. Sedangkan kata apresiasi masih multi presepsi, artinya kata apresiasi di maknai dengan beberapa makna, di antara beberapa pengertian apresiasi adalah:
·         Pengertian apresiasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penilaian baik; penghargaan; misalnya  terhadap karya-karya sastra ataupun karya seni.
·         Apresiasi berasal dari bahasa Inggris, appreciation yang berarti penghargaan yang positif. Sedangkan pengertian apresiasi adalah kegiatan mengenali, menilai, dan menghargai bobot seni atau nilai seni. Biasanya apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang negatif. Sasaran utama dalam kegiatan apresiasi adalah nilai suatu karya seni. Secara umum kritik berarti mengamati, membandingkan, dan mempertimbangkan. Tetapi dalam memberikan apresiasi, tidak boleh mendasarkan pada suatu ikatan teman atau pemaksaan. Pemberian apresiasi harus dengan setulus hati dan menurut penilaian aspek umum.
·         Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa apresiasi positif dapat diberikan kepada seseorang, atau beberapa individu atau sebuah kelompok yang melakukan karya positif dengan suatu hal yang positif juga, atau sebaliknya.
·         Pengertian apresiasi secara umum adalah suatu penghargaan atau penilaian terhadap suatu karya tertentu. Biasanya apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang negatif. Apresiasi dibagi menjadi tiga, yakni kritik, pujian, dan saran. Sementara itu, orang yang ahli dalam bidang apresiasi secara umum adalah seorang kolektor atau pencinta suatu seni pada umumnya. Tetapi dalam memberikan apresiasi, tidak boleh mendasarkan pada suatu ikatan teman atau pemaksaan. Pemberian apresiasi harus dengan setulus hati dan menurut penilaian aspek umum.
·         Pengertian apresiasi adalah 1. kesadaran terhadap nilai seni dan budaya; 2. penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu; 3. kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah;
berapresiasi mempunyai apresiasi; ada apresiasi;
mengapresiasi melakukan pengamatan, penilaian, dan penghargaan (misalnya terhadap sebuah karya seni)
·         Apresiasi berasal dari bahasa Inggris “appreciation” yang berarti penghargaan, penilaian, pengertian, bentuk ituberasal dari kata kedua “to aprreciate” yang berarti menghargai, menilai, mengerti. Apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. (Aminuddin, 1987).
·         Secara makna leksikal, apresiasi (appreciation) mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby dalam Sayuti, 1985:2002).
·         Apresiasi merupakan kegiatan mengakrabi karya sastra secara bersungguh-sungguh. Sehubungan dengan itu, apresiasi memerlukan kesungguhan penikmat sastra dalam mengenali, menghargai, dan menghayati, sehingga ditemukan penjiwaan yang benar-benar dalam (Elliyati, 2004)
·         Apresiasi adalah menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra (Effendi, 1973).
·         Apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaaan atau kepekaaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang (Aminuddin, 1987).
Secara leksikografis, kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris appreciation, yang berasal dari kata kerja to apreciate, yang menurut kamus Oxford berarti to judge value of understand or enjoyfully in the right way; dan menurut kamus Webstern adalah to estimate the quality of to estimate rightly to be sensitevely aware of. Jadi secara umum mengapresiasi adalah mengerti serta menyadari sepenuhnya, sehingga mampu menilai secara semestinya. Dalam kaitannya dengan kesenian, apresiai berarti kegiatan mengartikan dan menyadari sepenuhnya seluk beluk karya seni serta menjadi sensitif terhadap gejala estetis dan artistik sehingga mampu menikmati dan manilai karya tersebut secara semestinya. Dalam mengapresiai, seorang penghayat sedang mencari pengalam estetis. Sehingga motivasi yang muncul adalah motivasi pengalaman estetis. Pengalaman estetis menurut Albert R. Candler adalah kepuasan kontemplatif atau kepuasan intuitif.
Sebelum seseorang mengapresiasi sebuah karya sastra maka seseorang tersebut harus mengetahui aspek-aspek yang mengelilingi dari suatu karya sastra itu sendiri agar dalam mengapresiasi tidak ada hal yang terlewat sebab seorang apresiator telah memahami hal apa saja yang harus di analisis untuk menjadikan suatu kegiatan apresiasi menjadi lebih kompleks.
Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan. Jakop Sumardjo dalam bukunya yang berjudul "Apresiasi Kesusastraan" mengatakan bahwa karya sastra adalah sebuah usaha merekam isi jiwa sastrawannya. Rekaman ini menggunakan alat bahasa. Sastra adalah bentuk rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain.
Pada dasarnya, karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena karya sastra dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran-kebenaran hidup, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi. Karya sastra dapat memberikan kegembiraan dan kepuasan batin. Hiburan ini adalah jenis hiburan intelektual dan spiritual. Karya sastra juga dapat dijadikan sebagai pengalaman untuk berkarya, karena siapa pun bisa menuangkan isi hati dan pikiran dalam sebuah tulisan yang bernilai seni.
Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan karya sastra, tidak ada salahnya apabila kita melirik lebih mendalam tentang genre (jenis) karya sastra. Karya sastra dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni karya sastra imajinatif dan karya sastra nonimajinatif. Ciri karya sastra imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih menonjolkan sifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan ciri karya sastra nonimajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak unsur faktualnya daripada khayalinya, cenderung menggunakan bahasa denotatif, dan tetap memenuhi syarat-syarat estetika seni.
Dunia kesusastraan sendiri mengenal prosa sebagai salah satu genre (bentuk) sastra di samping genre-genre yang lain. Karya sastra secara garis besar terdiri atas tiga macam, yaitu prosa, puisi, dan drama. Adapun yang menjadi pembahasan utama dalam tulisan ini adalah karya sastra prosa. Prosa adalah jenis sastra yang menggunakan bahasa bebas, panjang, dan tidak terikat dalam pengungkapannya.
 Oleh karenanya seorang apresiator terlebih dulu harus mengetahui garis besar struktur pada prosa (fiksi) yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu struktur luar (ekstrinsik) dan struktur dalam (instrinsik). Struktur luar (ekstrinsik) adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran sastra tersebut, misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosiol politik, keagamaan, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Unsur intrinsik merupakan unsur yang berasal dari dalam karya sastra. Struktur dalam (intrinsik) adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut, seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar, dan lain-lain.
A.    Tema
Tema merupakan gagasan dasar umum yang digunakan untuk mengembangkan cerita. Tema yang dikembangkan dapat berupa masalah hidup dan kehidupan sehingga pada cerita tersebut dijadikan pengalaman, pengamatan maupun aksi-interaksi dengan lingkungan sekitar baik yang bersifat individual maupun sosial. Hatikah (2004: 12), mengatakan tema adalah ide dasar yang bertindak sebagai titik tolak keberangkatan pengarang dalam menyusun sebuah cerita. Sedangkan Sudjiman (1986: 142) menyatakan, tema adalah gagasan dasar umum yang terdapat dalam sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan dan perbedaan-perbedaan.
Tema menurut Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiyantoro, 1995: 68) adalah gagasan umum untuk menopang sebuah karya sastra yang terkandung dalam teks sebagai suatu semantis, dan yang menyangkut persamaan dan perbedaan. Sedangkan menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1995: 70), tema adalah makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Jadi, tema merupakan dasar pembangun seluruh cerita dan bersifat menjiwai seluruh bagian cerita. Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, hendaklah disimpulkan dari keseluruhan cerita dan bukan berasal dari bagian-bagian tertentu dalam cerita.
B.     Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan bagian terpenting dalam sebuah cerita karena berfungsi untuk memainkan cerita, menyampaikan ide, plot, dan tema. Penokohan adalah cara pengarang melukiskan tokoh-tokoh dalam cerita yang ditulisnya. Hal ini dapat dilihat dari dialog atau perwatakan yang dapat diketahui dari pikiran-pikiran tokoh baik melalui pernyataan maupun dialog. Setiap tokoh terkadang memiliki watak lebih dari satu.
Penokohan disebut juga dengan “perwatakan”, yang mana kita sebagai pembaca dapat melihat karakterisasi dari tokoh yang diceritakan oleh pengarang. Pangarang melukiskan penokohan dengan berbagai cara, yaitu dengan perilaku pemain terhadap suatu kejadian, melukiskan fisik pemain, dan bagaimana pandangan pelaku lain. Semua itu dapat dilihat dari setiap dialog yang terjadi dan digambarkan oleh pengarang.
C.    Latar atau Setting
Selain tema, tokoh beserta penokohannya, sebuah cerita tidak dapat dilihat secara utuh tanpa latar atau setting. Latar atau setting dalam sebuah cerita itu dapat berupa latar tempat, waktu atau keadaan alam atau cuaca terjadinya suatu peristiwa. Latar disebut juga sebagai landasan yang mengacu pada pengertian tempat, waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam cerita tersebut. Sehingga dari ketiga hal ini pembaca dapat mengimajinasikan secara faktual dan konkret tentang waktu, tempat, dan lingkungan sosial cerita tersebut.
Latar tempat dalam cerita mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa-peristiwa pada cerita tersebut. Latar waktu pada cerita menggambarkan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa pada cerita tersebut. Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat pada tempat yang diceritakan dalam cerita tersebut.
D.    Alur
Alur merupakan jalan cerita atau dikenal juga dengan istilah “plot”. Alur mengandung peristiwa demi peristiwa yang kejadiannya susul menyusul (berurutan), atau tepatnya merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi dalam cerita tersebut. Hatikah (2004:13), mengatakan alur atau plot adalah struktur penceritaan dalam prosa fiksi yang di dalamnya berisi rangkaian kejadian atau peristiwa yang disusun berdasarkan hukum sebab-akibat (kausalitas) dan logis.
Menurut Sudjiman (1992: 29), alur merupakan tempat menyangkutnya bagian-bagian cerita sehingga terbentuklah bangunan yang utuh. Jadi, peranan alur adalah sebagai urutan peristiwa  untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Peristiwa-peristiwa cerita dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku, dan sikap tokoh dalam cerita. Alur terbentuk oleh tahapan emosional dan suasana dalam cerita. Tahapannya berupa tahapan permulaan, tahapan pertikaian (konflik), tahapan perumitan, tahapan puncak(klimaks), tahapan peleraian, dan tahapan akhir.
E.     Amanat
Sebuah karya sastra akan menjadi sangat berarti jika di dalamnya terdapat amanat yang tentunya bermanfaat bagi pembaca, baik itu hal yang tersurat maupun tersirat dari cerita tersebut. Amanat merupakan pesan-pesan moral yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita kepada pembaca. Dengan kata lain, amanat merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang ingin disampaikan pada pembaca sehingga baik-buruknya setiap sikap maupun tindakan yang terjadi dapat diterima pembaca dan diambil manfaatnya.
F.      Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan cara sebuah cerita dikisahkan oleh pengarangnya. Sudut pandang juga menjadi bagian yang tak kalah pentingnya, karena reaksi afektif pembaca terhadap isi karya akan dipengaruhi oleh sudut pandang. Sudut pandang inilah yang dijadikan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita. Atau dengan kata lain, sudut pandang merupakan teknik atau strategi yang sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan atau ceritanya untuk disajikan pada pembaca. Hatikah (2004:14), mengatakan sudut pandang (point of view) adalah cara pengarang menempatkan atau memperlakukan dirinya dalam cerita yang ditulisnya.
Sudut pandang dapat dibedakan menjadi dua pola utama, yaitu pola orang pertama dan pola orang ketiga. Pola orang pertama dikategorikan menjadi tiga yaitu, pengarang sebagai tokoh utama, pengarang sebagai pengamat tidak langsung, dan pengarang sebagai pengamat langsung. Sedangkan pola orang ketiga dibedakan menjadi dua tipe, yaitu sudut pandang serba tahu dan sudut pandang terarah.
G.    Gaya Bahasa
Tidak semua cerita memiliki gaya bahasa atau majas dalam penceritaannya. Hal ini karena tergantung pada ceritanya. Karya sastra disampaikan kepada pembaca dengan medium bahasa. Bahasa yang digunakan pengarang harus bersifat komunikatif agar mudah dipahami. Selain komunikatif, karya sastra memiliki ciri yaitu gaya bahasa yang indah.
Menurut Abrams, gaya bahasa adalah cara pengungkapan bahasa dalam prosa  yang ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi, dan sebagainya. Hal inilah yang menjadi ciri-ciri dari prosa itu sendiri. Terutama prosa yang bersifat fiksi (rekaan, khayalan, dan imajinasi) sangat terkait dengan ciri stilistika (gaya bahasa) yang digunakan.

Ciri Khas Stilistika Fiksi (Prosa)

Jenis narasi literer biasa disebut prosa fiksi, atau disebut fiksi saja. Fiksi merupakan salah satu jenis teks sastra naratif, sebagai suatu penceritaan tentang peristiwa kehidupan yang merupakan hasil kreasi pengarang yang disajikan dengan gaya bahasa estetis (Semi, 2008: 77). Karya fiksi memiliki aspek pokok penanda, yakni unsur cerita, bahasa teks yang tidak homogen, adanya peristiwa yang diceritakan, dan susunan peristiwa berupa dunia fiktif. Dengan kalimat lain, gaya dalam prosa (fiksi) pada dasarnya lebih pada cara penulisan secara keseluruhan (Ratna, 2009: 60). Gaya karya fiksi dipengaruhi oleh bentuk  karya fiksi tersebut. Beberapa jenis fiksi yang berdasarkan gaya penulisan masing-masing menurut Atar Semi adalah sebagai berikut:
·         Fiksi romantik: fiksi yang menerapkan aliran filsafat romantisme. Biasanya disajikan dengan gaya bahasa yang lembut beralun dan dengan menampilkan dialog atau tuturan yang berbau filosofis. Contohnya: Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya kapal Van der Wijk karya Hamka.
·         Fiksi Realis: fiksi yang menerapkan aliran realisme dalam sastra. Aliran ini menentang aliran romantisme. Gaya penyajian fiksi realis lebih bersifat netral dan lugas, artinya bahasa yang dikenal oleh masyarakat banyak. Contohnya: Belenggu dan Atheis.
·         Fiksi Gotik: karya fiksi yang isinya berbicara tentang keajaiban, kekerasan, pembunugan sadis, hantu gentayangan, atau kejadian aneh serta keajaiban yang seringkali dirasakan keluar dari kehidupan normal akal sehat. Daya tarik utama fiksi  gotik terletak pada jalinan peristiwa yang merupakan rangkaian sebab akibat sehingga membuat pembaca penasaran karena rasa ingin tahu. Gaya bahasa khas itulah yang mendasari fiksi gotik.
·         Fiksi Alegori: menyatakan masalah politik, agama, dan moral dengan memakai gaya bahasa yang kocak dan lucu, dengan bahasa yang demikianlah pesan-pesan dapat disampaikan. Fiksi Alegori hampir mirip dengan fiksi simbolis, yakni sama-sama menyampaikan pesan lewat simbol-simbol, akan tetapi fiksi simbolis lebih terkesan agak halus.
·         Fiksi Satire: karya sastra karikatur yang secara kritis menggambarkan berbagai kepincangan yang terdapat dalam masyarakat. Gaya bahasa yang digunakan terkesan humor, namun tetap serius sehingga hasil yang dirasakan sangat kiritis, pedas, dan tajam.
·         Fiksi sains: semacam fiksi yang disusun dengan memanfaatkan prinsip ilmu pengetahuan di dalamnya. Fiksi utopia memiliki kesamaan dengan fiksi sains, tetapi utopia agak berlebihan tentang khayalan masa depan seorang pengarang. Jika fiksi sains unsur ilmu pengetahuan lebih mendominasi, maka dalam fiksi utopia unsur imajinasi tingkat tinggi lebih dominan.
·         Fiksi religius: fiksi yang dengan sadar menghubungkan tradisi keagamaan dengan tradisi sastra. Pengarang menggunakan medium sastra dan bahasa untuk menyampaikan getaran hati nurani dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Contohnya: penyair sufi Amir Hamzah, dan sebagainya.
·         Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa karya prosa (fiksi) memberikan hiburan kepada pembaca, selain dari fungsinya yang estetik. Hal itu disebabkan pada dasarnya setiap orang senang bercerita, apalagi yang sensasional, baik yang diperoleh dengan cara melihat maupun mendengarkan. Melalui sarana itu pembaca dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan.
·         Pembagian genre sastra imajinatif dapat dirangkumkan dalam bentuk puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama. Penjelasan tentang ketiga karya sastra ini akan kita kupas secara terperinci.
1. Puisi
Puisi adalah rangkaian kata yang sangat padu. Oleh karena itu, kejelasan sebuah puisi sangat bergantung pada ketepatan penggunaan kata serta kepaduan yang membentuknya.
2. Fiksi atau prosa naratif.
Fiksi atau prosa naratif adalah karangan yang bersifat menjelaskan secara terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Fiksi pada dasarnya terbagi menjadi novel, roman, dan cerita pendek.
Suroto dalam bukunya yang berjudul "Apresiasi Sastra Indonesia" menjelaskan secara terperinci tentang pengertian tiga genre yang termasuk dalam prosa naratif berikut ini.
a. Novel
Novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita, yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita). Dikatakan kejadian yang luar biasa karena dari kejadian ini lahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib para tokoh. Novel hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa, yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib.
 b. Roman
Istilah roman berasal dari genre romance dari Abad Pertengahan, yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang di Jerman, Belanda, Perancis, dan bagian-bagian Eropa Daratan yang lain. Ada sedikit perbedaan antara roman dan novel, yakni bahwa bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.
c. Cerita pendek.
Cerita atau cerita pendek adalah suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah peristiwa kehidupan manusia pelaku/tokoh dalam cerita tersebut. Dalam karangan tersebut terdapat pula peristiwa lain tetapi peristiwa tersebut tidak dikembangkan, sehingga kehadirannya hanya sekadar sebagai pendukung peristiwa pokok agar cerita tampak wajar. Ini berarti cerita hanya dikonsentrasikan pada suatu peristiwa yang menjadi pokok ceritanya.

3. Drama
Genre sastra imajinatif yang ketiga adalah drama. Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya. Drama sebagai karya sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah drama ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian, tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca novel atau puisi. Drama yang sebenarnya adalah kalau naskah sastra tadi telah dipentaskan. Tetapi bagaimanapun, naskah tertulis drama selalu dimasukkan sebagai karya sastra.
Selanjutnya adalah pembagian genre sastra nonimajinatif, di mana kadar fakta dalam genre sastra ini agak menonjol. Sastrawan bekerja berdasarkan fakta atau kenyataan yang benar-benar ada dan terjadi sepanjang yang mampu diperolehnya. Penyajiannya dalam bentuk sastra disertai oleh daya imajinasinya, yang memang menjadi ciri khas karya sastra. Genre yang termasuk dalam karya sastra nonimajinatif, yaitu:
·         Esai:Esai adalah karangan pendek tentang sesuatu fakta yang dikupas menurut pandangan pribadi manusia. Dalam esai, baik pikiran maupun perasaan dan keseluruhan pribadi penulisnya tergambar dengan jelas, sebab esai merupakan ungkapan pribadi penulisnya terhadap sesuatu fakta.
·         Kritik:Kritik adalah analisis untuk menilai sesuatu karya seni, dalam hal ini karya sastra. Jadi, karya kritik sebenarnya termasuk argumentasi dengan faktanya sebuah karya sastra, sebab kritik berakhir dengan sebuah kesimpulan analisis. Tujuan kritik tidak hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan, benar dan salahnya sebuah karya sastra dipandang dari sudut tertentu, tetapi tujuan akhirnya adalah mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra setinggi mungkin, dan juga mendorong pembaca untuk mengapresiasi karya sastra secara lebih baik.
·         Biografi:Biografi atau riwayat hidup adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain. Tugas penulis biografi adalah menghadirkan kembali jalan hidup seseorang berdasarkan sumber-sumber atau fakta-fakta yang dapat dikumpulkannya. Teknik penyusunan riwayat hidup itu biasanya kronologis yakni dimulai dari kelahirannya, masa kanak-kanak, masa muda, dewasa, dan akhir hayatnya. Sebuah karya biografi biasanya menyangkut kehidupan tokoh-tokoh penting dalam masyarakat atau tokoh-tokoh sejarah.
·         Autobiografi:Autobiografi adalah biografi yang ditulis oleh tokohnya sendiri, atau kadang-kadang ditulis oleh orang lain atas penuturan dan sepengetahuan tokohnya. Kelebihan autobiografi adalah bahwa peristiwa-peristiwa kecil yang tidak diketahui orang lain, karena tidak ada bukti yang dapat diungkapkan. Begitu pula sikap, pendapat, dan perasaan tokoh yang tak pernah diketahui orang lain dapat diungkapkan.
·         Sejarah:Sejarah adalah cerita tentang zaman lampau sesuatu masyarakat berdasarkan sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis. Meskipun karya sejarah berdasarkan fakta yang diperoleh dari beberapa sumber, namun penyajiannya tidak pernah lepas dari unsur khayali pengarangnya. Fakta sejarah biasanya terbatas dan tidak lengkap, sehingga untuk menggambarkan zaman lampau itu, pengarang perlu merekonstruksinya berdasarkan daya khayal atau imajinasinya, sehingga peristiwa itu menjadi lengkap dan terpahami.
·         Memoar:Memoar pada dasarnya adalah sebuah autobiografi, yakni riwayat yang ditulis oleh tokohnya sendiri. Bedanya, memoar terbatas pada sepenggal pengalaman tokohnya, misalnya peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh selama Perang Dunia II saja. Fakta dalam memoar itu unsur imajinasi penulisnya ikut berperanan.
·         Catatan Harian:Catatan harian adalah catatan seseorang tentang dirinya atau lingkungan hidupnya yang ditulis secara teratur. Catatan harian sering dinilai berkadar sastra karena ditulis secara jujur, spontan, sehingga menghasilkan ungkapan-ungkapan pribadi yang asli dan jernih, yakni salah satu kualitas yang dihargai dalam sastra.
·         Surat-Surat:Surat tokoh tertentu untuk orang-orang lain dapat dinilai sebagai karya sastra, karena kualitas yang sama seperti terdapat dalam catatan harian.
Genre sastra nonimajinatif ini belum berkembang dengan baik, sehingga adanya genre tersebut kurang dikenal sebagai bagian dari sastra. Apa yang disebut karya sastra selama ini hanya menyangkut karya-karya imajinasi saja. Hal ini bisa kita lihat dari pemahaman masyarakat, khususnya pelajar tentang sastra.
Dari seluruh materi yang terangkum diatas dapat disimpulkan jika menjadi seorang apresiator harus mempunyai modal tentang wawasan mengenai ruang lingkup berbagai macam genre sastra serta hal-hal yang akan di apresiasi, tentunya hal tersebut akan memberikan manfaat tersendiri bagi seorang apresiator sebab ia akan mengetahui ciri khas dari tiap-tiap genre sastra yang akan di apresiasi.

Sumber :
http://id.answers.yahoo.com
http://www.artikata.com
Sumardjo, Jakob, dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Suroto. 1990. Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMTA. Jakarta: Erlangga.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar