PRAANGGAPAN DALAM PERCAKAPAN
ANTARA ADIK DAN KAKAK
DALAM BAHASA JAWA BERLOGAT LAMONGAN
Uul Rohmatul Hasanah
122074012
ABSTRAK
Praanggapan
mempunyai peran yang sangat penting dalam kegiatan komunikasi, sebab
praanggapan dapat menyebabkan interaksi antara orang satu dan yang lainnya
berjalan baik atau mungkin sebaliknya, dalam suatu interaksi antara orang satu
ke yang lainnya dibutuhkan pemilihan kata agar suatu ucapan dapat diterima baik
oleh petutur ataupun penutur, sebab lemah lembut atau kekasaran bahasa juga
sangat berpengaruh pada praanggapan seseorang ketika bekomunikasi, apalagi
suatu interaksi yang dipengaruhi oleh logat bahasa daerah tertentu biasanya
memiliki makna yang berbeda dengan makna pada umumnya, yang juga terdapat pada
logat bahasa lamongan yang dapat menimbulkan praanggapan yang berbeda-beda bagi
orang-orang yang berinteraksi dengan menggunakan logat bahasa lamongan.
Kata kunci: praanggapan, pemilihan kata dan logat bahasa lamongan
PENDAHULUAN
Interaksi dalam
kehidupan ini tidak dapat dipungkiri antara manusia satu ke yang lainnya, dan
kelancaran serta pemahaman dalam suatu interaksi di pengaruhi oleh beberapa
hal, Interaksi dalam suatu percakapan antara adik dan
kakak menciptakan suatu tindak tutur antara adik dengan kakak atau sebaliknya.
Dan terbentuknya tindak tutur tersebut harus di kaji agar dapat memastikan jika
tindak tutur tersebut sudah berjalan dengan baik atau tidak, interaksi akan berjalan dengan baik jika dalam interaksi tersebut
ke duanya dapat saling memahami tujuan dan maksud terhadap topik yang di
bicarakan, namun pada kenyataannya banyak sekali interaksi yang tidak sesuai
dengan maksud yang ditujukan.
Pada
kenyataannya peran seorang kakak lebih tinggi kedudukannya ketimbang adik,
kakak harus menjadi contoh bagi adiknya, memotivasi serta mengayomi adiknya,
sebab segala tingkah laku kakak yang terlihat oleh adiknya secara tidak
langsung akan membentuk adiknya untuk berlaku seperti yang telah kakaknya
lakukan, begitupun dalam hal ucapan, bahasa yang halus atau lemah lembut, kasar
atau bahkan standart juga akan ditiru oleh adik jika sebelumnya seorang kakak
berinteraksi dengan adiknya dengan yang sedemikian rupa, hal-hal semacam itu
akan menimbulkan reaksi beragam pada seorang adik, misalkan malas menjawab saat
kakaknya bertanya atau jawabannya tidak seseuai dengan yang di inginkan. Namun
yang sering kali ditemui adalah ketidakmampuan seorang kakak untuk berinterksi
dengan baik, baik itu dalam hal memotivasi, bertanya ataupun yang lainnya,
sehingga semua itu menjadikan penutur dan petutur tidak dapat fokus terhadap
apa yang ingin dibicarakan sebelumnya, selain itu situasi juga sangat
berpengaruh terhadap suatu interaksi dalam percakapan, karena dalam kondisi
tertentu seseorang akan mudah marah atau tersinggung sehingga interaksi antara
penutur dan petutur tidak dapat berjalan dengan baik atau sesuai yang
diharapakan. Oleh karena itu seorang kakak dalam menggali suatu informasi yang
diinginkan dan untuk memotivasi adik haruslah memakai bahasa yang baik dan
dapat diterima oleh adik, sebab dalam kenyataannya bahasa jawa memiliki
tingkatan-tingkatan dalam bahasanya, dan dapat terlihat juga jika bahasa jawa
dari kawasan jawa tengah dan jawa timur sangatlah berbeda, dari jawa tengah
bahasa jawa yang digunakan lebih dominan halus, sedangkan bahasa jawa dari jawa
timur lebih kasar dari pada bahasa jawa yang digunakan di jawa tengah.Dalam
suatu interaksi antara manusia satu dengan yang lainnya seringkali melahirkan
tindaktutur, tindak tutur sangat penting dalan suatu komunikasi sebab
kelancaran suatu komunikasi juga tergantung olehnya, menurut kridalaksana
tindak tutur diambil dari kata speech act,speech event atau pertuturan yaitu
pengujaran kalimat yang menyatakan suatu hal agar suatu maksud dari pembicaraan
diketahui oleh pendengar (Kridalaksana, 1984:154),
menurut Suwito Tindak tutur lebih di
titikberatkan kepada makna atau arti tindak, sedangkan peristiwa tutur lebih
dititikberatkan pada tujuan peristiwanya (Suwito, 1983:33),dan Louise (2007:94) menyatakan bahwa percakapan memberikan kontribusi
sangat penting bagi pemahaman terhadap fenomena-fenomena pragmatik yang utama,dari
beberapa pengertian di atas dapat diketahui jika tindak tutur memang berpengaruh
besar dalam suatu komunikasi antara penutur dan petutur, dalam hal ini maksud
pembicaraan atau tujuan serta peristiwa yang terjadi antara penutur dan petutur
juga sangat mempengaruhi tindak tutur, Oleh karena itu, untuk melihat
keterkaitan tindak tutur antara kakak dengan adik atau sebaliknya maka dalam
kesempatan ini penulis hanya memfokuskan pada kajian praanggapan dalam suatu
percakapan yang dilakukan oleh adik dan kakak dalam bahasa jawa yang
dipengaruhi dengan logat daerah Lamongan.
Praanggapan
(presuposisi) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris
berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum
pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya
tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan .
Selain definisi tersebut, beberapa definisi lain tentang praanggapan diantaranya adalah: Levinson (dalam Nababan, 1987: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna.
George Yule (2006 : 43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Louise Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987: 46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud. Dari beberapa definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh sedangkan jenis-jenis Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule; 2006:46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan kedalam 6 jenis praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual.
Selain definisi tersebut, beberapa definisi lain tentang praanggapan diantaranya adalah: Levinson (dalam Nababan, 1987: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna.
George Yule (2006 : 43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Louise Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987: 46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud. Dari beberapa definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh sedangkan jenis-jenis Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule; 2006:46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan kedalam 6 jenis praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual.
1.Presuposisi
Esistensial Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah preaanggapan yang
menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan
kata yang definit.
2. Presuposisi
Faktif Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi
yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu
kenyataan.
3. Presuposisi
Leksikal Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan
di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan
praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.
4. Presuposisi
Non-faktif Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang
diasumsikan tidak benar.
5. Presuposisi
Struktural Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada sturktur
kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan
konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini
tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata
tanya (kapan dan di mana) seudah diketahui sebagai masalah.
6.presuposisi
konterfaktual Presuposisi (praanggapan)
konterfaktual berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar,
tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang.
Dari
beberapa definisi tentang praanggapan serta jenis-jenis praanggapan, kini dapat
diketahui jika peran praanggapan dalam suatu komunikasi sangat penting, sebab
praanggapan dapat menentukan suatu komunikasi tersebut berjalan dengan baik
atau tidak, dikarenakan praanggapan akan mendorong penutur dan petutur dalam
mengucapkan sesuatu yang dapat menjadikan suatu komunikasi sesuai dengan tujuan
atau maksud yang diinginkan atau justru membuat komunikasi tersebut tidak
nyambung karena praanggapan yang tidak seseuai dengan maksud penutur, Dan dalam
hal ini penggunaan bahasa yang di pakai oleh kakak kurang dapat diterima oleh
adik, sehingga dalam suatu percakapan yang didalamnya terdapat masalah, seorang
kakak tidak dapat memotivasi adiknya karena bahasa yang digunakan tidak dapat
diterima oleh adik dan menimbulkan praanggapan bagi adik yang tidak sesuai
dengan maksud yang ditujukan oleh kakak, oleh sebab itu perlu adanya antisipasi
atau pemilihan kata ketika berkomunikasi agar tidak terjadinya praanggapan yang
dapat menjadikan pembicaraan tidak terfokuskan.Masalah dalam hal ini adalah
bagaimana bentuk dari praanggapan yang menimbulkan percakapan antara adik dan
kakak tidak berjalan dengan baik? Dan bagaimana cara mengatasi atau
mengantisipasi agar dalam suatu komunikasi tidak menimbulkan praanggapan yang
menjadikan tidak terfokusnya topik dalam suatu percakapan antara adik dan kakak
dalam bahasa jawa yang dipengaruhi logat daerah Lamongan?. Adapun makalah ini
bertujuan agar dapat mengetahui cara berkomunikasi yang baik sehingga tidak
menimbulkan praanggapan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang
diinginkan.
METODOLOGI
Penelitian ini
merupakan Penelitian deskriptif
kualitatif, penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang.
Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah actual
sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Sedangkanpenelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan
sebelumnya, tapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data semata-mata berdasarkan
fakta dengan merekam percakapan antara adik dan kakak yang terjadi pada tanggal
24 desember 2012 di daerah Lamongan yang selanjutnya dari rekaman tersebut
ucapan yang didapatkan akan dianalisis berdasarkan topik yakni Praanggapan dan
akan dijabarkan termasuk dalam jenis-jenisnya, hal tersebut dilakukan agar
dapat mengetahui makna dan praanggapan yang terjadi diantara penutur dan
petutur.
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini
akan dibahas sebuah percakapan antara adik dan kakak yang menimbulkan suatu
praanggapan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dalam topik pembicaraan
sehingga percakapan yang dilakukan menjadi tidak terfokuskan, yang selanjutnya
akan dikupas mengenai bagaimana cara mengatasinya.
Adapun percakapan
antara adik dan kakak yang menimbulkan suatu praanggapan yang tidak sesuai
dengan maksud dan tujuan seperti dalam percakapan bahasa jawa berlogat daerah
Lamongan berikut:
A: da, kon wingi oleh ringking piro?
B: wingi? Kandani oleh papat kok.
A: seneng ta gak oleh rangking papat?
B: yo ngunuku
A: yowes saktepakmu, nang dolanan HP wae kono
B: saiki liburan yo gak po-po
A: yo gak ngunu kebiasaan hp an terus maleh gak tau sinau
B: jare sopo? Aku wingi pas ujian sinau terus jare, sampek jam 9
bengi
A: e.. ngunua?
Dari percakapan diatas dapat diartikan sebagai berikut:
A: da, kamu kemarin dapat peringkat berapa?
B: kemarin? sudah dibilang, dapat empat kok
A:senang apa tidak dapat peringkat empat?
B: ya begitulah
A:ya sudah terserah kamu, main HP saja sana
B: sekarang liburan kok, ya tidak apa-apa
A: ya tidak begitu, kebiasaan main HP terus, jadi gak pernah
belajar
B:kata siapa, kemarin ketika ujian aku belajar terus hingga jam 9
malam
A:e, gitu ya?
Dari percakaan
diatas mulai nampak jika dalam percakapan tersebut memanas atau dapat dikatakan
tidak dapat berjalan dengan baik, sebab bahasa yang digunakan kurang dapat
diterima oleh penutur dan petutur oleh karena itu dalam pembahasan ini akan di
jelaskan bagaimana cara bertutur yang baik agar komunikasi dapat berjalan
dengan baik dan tidak menimbulkan praanggapan yang tidak diinginkan sebab
tindak tutur dalam suatu komunikasi juga sangat berpengaruh pada praanggapan antara
penutur dan petutur.
Misalkan dalam
percakapan tersebut beberapa ucapan yang seharusnya tidak sesuai sebab akan
melahirkan efek yang kurang baik dalam interaksi, apalagi bahasa yang di
pengaruhi oleh logat daerah maka akan menimbulkan beberapa kesan yang tidak
sama seperti makna umumnya,
Seperti pada
kalimat berikut:
A: da, kon wingi oleh ringking piro?
Artinya: da, kamu kemarin dapat peringkat berapa?
B: wingi?.
Artinya: kemarin? Sudah dibilang dapat empat kok.
Dalam kata
“kon” artinya kamu, yang biasanya digunakan dalam bahasa jawa, penggunaan kata
“kon” tersebut terlalu kasar jika digunakan oleh seorang kakak pada adiknya,
sebab kata “kon” biasanya digunakan pada seseorang yang tingkatannya jauh lebih
rendah dari penutur. Maka lebih baiknya kata “kon” sebaiknya diganti dengan
kata yang lebih dapat menyesuaikan yakni dengan kata “sampeyan” yang juga
berarti kamu, kata tersebut akan lebih mudah diterima oleh berbagai kalangan,
seperti seseorang yang dekat dengan kita, misalkan adik, sepupu juga kepada
teman yang umurnya sama dengan penutur. Pada jawaban B terlihat jelas pada kata
“wingi?” B telah beranggapan jika peringkat yang ditanyakan adalah kemarin
ketika UAS, sehingga ia meneruskan dengan jawaban “kandani oleh papat kok” dari
kata “kandani” dapat diartikan jika kakak sebelumnya telah bertanya sebelumnya
sehingga adik merasa kesal karena ditanya dengan pertanyaan yang telah
ditanyakan atau dapat juga dikatakan jika kata “kandani” hanya logat bahasa
lamongan yang seharusnya tidak dipakai oleh seorang adik kepada kakaknya, sebab
kata tersebut terkesan jawaban malas atau tidak ingin menanggapi terhadap
pertanyaan yang diajukan seorang kakak, hal ini dapat dirujukkan kepada kata
“kon” yang diucapkan oleh kakak kepada adiknya sehingga adik merasa tidak
dihargai selayaknya seorang adik karena kakaknya bertanya dengan memakai
sebutan yang kasar, oleh karena itu adik pun membalas dengan jawaban yang
terkesan malas atau kesal.Pada kalimat “kandani oleh papat kok” (termasuk
presuposisi faktif) sebab Presuposisi
(praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti
kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan, dan dari kalimat tersebut
Adik secara nyata mendapatkan peringkat empat. Dari percakapan tersebut juga jika diamati juga kurang adanya
toleransi terhadap keadaan, dalam percakapan tersebut kakak tidak mengawali
percakapan dengan bahasa yang baik, misalkan menanyakan kabar atau mengawali
pembicaraan yang menarik sehingga adik dapat merasakan kenyamanan dalam
komunikasi hingga akhirnya ketika kakak mengajukan pertanyaan adik akan
beranggapan jika pertanyaan tersebut seperti sesi curhat, bukan seperti tindakan
mengintrogasi karena seorang adik telah melakukan hal yang salah.
A: seneng ta gak oleh rangking papat?
Artinya:senang apa tdak dapat peringkat empat?
B: yo ngunuku
Artinya:ya begitulah
Dari pertanyaan
yang diajukan oleh kakak dapat diperoleh beberapa praanggapan, yang pertama,
seorang adik akan merasa jika kakaknya sedang mengejek adiknya sebab peringkat
yang adik peroleh, atau pertanyaan itu benar-benar pertanyaan untuk menanyakan
perasaan adik, dan jawaban dari adik “yo ngunuku” yang berarti ya begitulah,
dapat di katakana jika adik senang mendapatkan peringkat empat sebab
peringkatnya naik dapat juga dikatakan jika adik sedih mendapatkan peringkat
empat sebab peringkatnya turun, atau juga adik merasakan biasa saja mendapatkan
peringkat empat sebab sudah biasa, namun juga dapat melambangkan jika adik
tersebut beranggapan jika kakaknya sedang mengejeknya sehingga adiknya mencoba
untuk membela diri dengan menjawab dengan jawaban yang tidak jelas, hal
tersebut menimbulkan efek tidak nyaman pada kakak sebab adik tidak menjawab
pertanyaan kakak dengan jelas tetapi malah membuat jawaban yang tidak dapat
dimengerti oleh kakak, kalimat diatas dapat dilihat jika jawaban adik memang
tidak relevan, hal tersebut sebenarnya dapat merujuk pada percakapan
sebelumnya, sebab adik merasa di introgasi maka ia mencoba untuk berjaga-jaga
agar tidak disalakan atau dipermalukan sebab peringkat yang didapatnya,
meskipun kakaknya mencoba untuk menanyakan hal yang sebenarnya namun adik akan
beranggapan jika pertanyaan itu hanyalah sekedar pancingan untuk
mempermalukannya atau membuatnya sebagai terdakwah sebab mendapatkan peringkat
empat.
A: yowes saktepakmu, nang dolanan HP wae kono
Artinya:ya sudah terserah kamu, main HP saja sana
B: saiki liburan yo gak po-po
Artinya: sekarang liburan ya tidak apa-apa
A: yo gak ngunu kebiasaan hp an terus maleh gak tau sinau
Artinya: ya tidak begitu, kebiasaan selalu main HP jadi tidak pernah
belajar
B: jare sopo? Aku wingi pas ujian sinau terus jare, sampek jam 9
bengi
Artinya: kata siapa? Saya kemarin ketika ujian belajar terus hingga
jam 9 malam
A: e.. ngunua?
Artinya: e, gitu ya?
Dari percakapan
tersebut dapat dilihat jika keadaan berubah panas, pada kalimat “yowes
saktepakmu” kata tersebut jelas diungkapkan karena kakak merasa kesal dengan
adiknya sebab pertanyaan yang baik pada percakapan sebelumya yang bermaksud
menanyakan perasaan adiknya sebab mendapatkan peringkat empat dijawab dengan
jawaban yang tidak jelas, hal tersebut disebabkan adik mempunyai praanggapan
yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dari pertanyaan kakaknya, namun
kalimat tersebut tidak seharusnya dikatakan, sebab kalimat tersebut pasti akan
menjadikan tindak tutur tidak terarah sebab kalimat tersebut membebaskan lawan
bicara dalam tindak tutur, padakalimat
“nang dolanan HP wae kono” kakak menyuruh adiknya untuk mengakhiri pembicaraan
sebab percakapanya dengan adiknya membuatnya kesal, namun pada kalimat tersebut
adik malah menaggapinya dengan jawaban “saiki liburan yo gak po-po” sebab adik
merasa jika kakaknya menyindirnya karena ia merasa selalu bermain HP, kalimat
“saiki liburan, yo gak po-po” juga termasuk presuposisi leksikal sebab Presuposisi (praanggapan) leksikal adalah praanggapan yang dipahami
sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional
ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan)
dipahami, ketika adik
berucap demikian maka kakaknya beranggapan jika ketika tidak ujian adiknya
selalu bermain HP, maka kakak meneruskan dengan kalimat berikutnya “yo gak
ngunu kebiasaan hp an terus maleh gak tau sinau”kalimat tersebut juga termasuk presuposisi leksikal sebab ketika adiknya
bermain HP maka adiknya tidak pernah belajar, berarti makna lainnya adalah dulu
adiknya selalu belajar ketika adiknya tidak bermain HP. lalu adik menjawab “jare sopo? Aku wingi pas ujian sinau terus
jare, sampek jam 9 bengi” pada kata “jare sopo” terdapat praanggapan jika ada
seseorang yang memberitahu kepada A jika B tidak pernah belajar sebab bermain
HP, bisa juga dikatakan jika kata “jare sopo?” adalah logat daerah Lamongan
sebagai bentuk penyangkalan atau pembelaan jika adik tidak melakukan hal yang
telah dituduhkan oleh kakak, pada kata “aku sinau terus jare, sampek jam 9
bengi” termasuk presuposisi struktural sebab Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada sturktur
kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan
konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Dalam
hal ini adik memang benar-benar belajar hingga jam 9 malam, lalu kakak
menjawabnya dengan “e, ngunua?” dari pembelaan serta pengakuan jika adik
belajar hingga jam 9 malam
menjadikan kakak sedikit percaya dengan jawaban adik, yang berarti kakak
menerima jawab adik tanpa ada masalah. Sebab kakak berasumsi jika adiknya telah
belajar lama sampai jam 9 malam, atau kakak beranggapan jika adiknya mulai
belajar sejak jam 6 atau beberapa jam sampai jam 9, sehingga ia beranggapan
jika adiknya telah belajar lama
Dari semua
percakapan tersebut dapat dilihat jika praanggapan pertama yang menjadikan
percakapan selanjutnya menjadi kisru adalah praanggapan adik yang kurang dapat
memahami maksud dan tujuan kakak, sebab ia merasa tidak diperlakukan dengan
baik, sebab kakaknya menyebutnya dengan sebutan “kon”, praanggapan berikutnya
melenceng dari maksud dan tujuan dari topik yang dituju sebab dipengaruhi oleh
praanggapan dari kalimat yang awal. Serta pada kalimat “yowes saktepakmu” yang
menjadikan percakapan tersebut semakin tidak terarah, Hal seperti ini
sebenarnya tidak akan terjadi jika ketika pada sesi awal percakapan dapat
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi, serta menciptakan situasi yang
menarik, sehingga ketika kakak bertanya pada adik, adik akan menjawabnya dengan
senang hati. Jika dilihat dari sudut pandang psikolinguistik dalam Pandangan Kognitivisme
Jean Piaget (1954)
menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah,
melainkah salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan
kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus
berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi.
Jadi, urut-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan
bahasa.Piaget menegaskan bahwa stuktur yang kompleks dari bahasa bukanlah
sesuatu yang diberikan oleh alam, dan bukan pula sesuatu yang dipelajari dari
lingkungan. Struktur bahasa itu timbul sebagai akibat dari interaksi yang terus
menerus antara tingkat fungsi kognitif anak dengan lingkungan kenahsaannya
(juga lingkungan yang lain).Jika Chomsky berpendapat bahwa lingkungan tidak
besar pengaruhnya pada proses pematangan bahasa, maka Piaget berpendapat bahwa lingkungan
juga tidak besar pengaruhnya terhadap perkembangan intelaktual anak. Perubahan
atau perkembangan intelaktual anak sangat tergantung pada keterlibatan anak
secara aktif dengan lingkungannya
Dari pengertian diatas
dapat dikatakan jika pemilihan kata dalam
berucap atau berinteraksi dengan orang lain sangat berpengaruh besar terhadap
kelancaran komunikasi serta berhasilanya suatu maksud yang dituju dalam suatu
tindak tutur. Sebab keterlibatan penutur dan petutur dalam suatu komunikasi
akan membentuk pematangan dalam berbahasa, dan tentunya juga akan berpengaruh
besar pada praanggapan antara penutur dan petutur ketika melakukan suatu
percakapan. Pada kasus percakapan antara adik dan kakak, peran kakak memang
sangatlah penting, sebab sekali kakak melakukan kesalahan maka adik akan menjadikan
itu sebagai patokan, oleh karena itu seorang kakak haruslah lebih berhati-hati
dalam bertutur kepada adiknya, sebab segala ucapan atau segala macam bentuk
komunikasi yang diberikan kakak kepada adiknya akan merangsang karakter
berbahasa seorang adik ketika adik terlibat langsung dalam komunikasi tersebut.
PENUTUP
Dari data
percakapan di atas, analis serta penjabaranya dapat ditarik kesimpulan jika
praanggapan dalam tuturan dapat menyebabkan komunikasi tersebut tidak berjalan
sesuai alur atau tujuan yang dimaksudkan, praanggapan dalam suatu interaksi
antara satu dan yang lain terkadang dapat sesuai dengan tujuan atau maksud dari
penutur namun tak jarang praanggapan tersebut juga melenceng atau tidak searah
dengan maksud atau tujuan penutur, praanggapan dalam percakapan diatas lebih
didominasi dari pengaruh gaya bahasa atau kelembutan serta pemilihan kata dalam
penuturan. Adapun jika dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan,
penulis memohon maaf serta memohon kritik dan saran dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Arono.2011.
makalah penelitianpraanggapan dan implikatur wacana dialog dalam pembelajaran
bahasa indonesia, unib.ac.id/.../praanggapan-dan-implikatur-wacana- diakses 24
des 2012.
Edi surya
dimaranaicindo. 2012. aspek-aspek pragmatic. tindak tutur praanggapan,implikatur.http://edisuryadimaranaicindo.wordpress.com/ diakses tgl 24 des 2012.
Haryanto. metode
penelitian kualitatif. belajarpsikologi.com/ diakses pada tanggal 25 desember 2012.
http://id.shvoong.com diakses tanggal 24 desember 2012.
Kridalaksana. hari
muriti. 1982. kamus linguistik. jakarta: pt gramedia.
Laba. Makalah psikolinguistik. http://labanursongo.blogspot.com
diakses pada tanggal 25 desember 2012
suwito. 1993. sosiolinguistik: pengantar awal. bandung: angkasa.
Surya dharma, mpa., ph.d, (2008) pendekatan,
jenis, dan metode penelitian pendidikan
: jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar